Menilik museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah

id Menilik museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah

Menilik museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah

Pengunjung saat mengunjungi Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah yang berada di Jalan Ketapang Tanjungpinang. Museum ini banyak menyimpan sejarah Kerajaan Riau Lingga dan masyarakat Tanjungpinang terdahulu. (Antaranews Kepri/Aji Anugraha)

Banyak perubahan yang dilakukan pemerintah setempat untuk mempercantik wajah museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah
Tanjungpinang (Antara Kepri) - Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah yang berada di Jalan Ketapang, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, telah dibuka kembali untuk publik dengan beragam koleksi dan jejak sejarah masa lalu.

Sejak 2014 diberhentikan pengoperasiannya dan di buka kembali di tahun 2017 oleh Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah, museum bekas bangunan Sekolah Rakyat (SR) mulai sering dikunjungi.

Pengunjung rata-rata dari dalam negeri maupun luar negeri, tak ayal siswa Taman Kanak-Kanak hingga mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi datang untuk melihat benda-benda peninggalan sejarah Kerajaan Riau-Lingga-Pahang-dan Johor.

Banyak perubahan yang dilakukan pemerintah setempat untuk mempercantik wajah museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah. Selain sejumlah atap yang dulu hampir roboh sudah diperbarui, ruangan-ruangan mulai ditata sesuai dengan kebutuhan museum, namun tidak mengubah bentuk asli bangunan.

Nama Soeltan Soelaiman Badroel Alamsyah merupakan pemegang roda kerajaan Riau Lingga, Pahan dan Johor pada tahun 1722 sampai dengan 1761.

Sebelum kita masuk kedalam museum, beberapa staf Museum yang dipekerjakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat mendata setiap tamu yang datang. Anda tidak dibenarkan membawa barang-barang seperti tas untuk masuk kedalam museum.

Terdapat tempat penyimpanan barang yang disediakan di Museum tersebut, berikut anda diperlukan untuk mengisi data kunjungan yang disediakan admin.

Andrian, Staf Playanan Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah akan mengantarkan andaj untuk menjelaskan keseluruhan histori bangunan dan isi dari Museum.

“Ini merupakan standar operasional pelayanan museum di Indonesia, dan pelayanan untuk para pengunjung,” kata Adrian.

Di Museum ini terdapat 5 ruangan tempat pernak pernik dan peninggalan sejarah kerajaan hingga hibah dari masyarakat yang disusun menurut penjelasan dan peninggalannya.

Ruangan-ruangan itu terdiri dari Ruang Kazanah Budaya, Tanjungpinang Kota Bermula, Kazanah Arsip, Budaya Bahari dan Kramik dan ruang Alam Perkawinan Melayu.

“Setiap ruangan memiliki penjelasan tersendiri dan banyak barang-barang yang belum semunya ditampilkan di museum ini,” kata Andrian.

Barang-barang, Artefak, berkas administrasi pemerintahan, alat persenjataan, foto-foto  peninggalan zaman kerajaan Riau Lingga dan berbagai macam hibah dari masyarakat setempat terhitung pada sekitar tahun 1800 sampai dengan 1900 terdapay di Museum ini.

“Ada 1600 lebih barang peninggalan sejarah kepulauan riau khususnya di museum ini,” ujarnya.

Salah satu benda peninggalan sejarah kerajaan Riau Lingga yang sulit ditemui saat ini yakni, Cogan.

Cogan Kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang terbuat dari perpaduan emas dan perak yang bertahtakan permata Mirah. Bagian utamanya adalah lempengan emas yang menyerupai daun sirih yang dihiasi inskripsi dalam bahasa Melayu menggunakan huruf Arab Melayu.

Cogan merupakan salah satu regalia atau alat kebesaran dari sekumpulan besar regalia milik kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang, yang kemudian diwariskan oleh kerajaan Riau Lingga.

Dalam catatan keterangan duplikat Cogan di Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah ini dibuat berdasarkan aslinya.

“Yang asli kini menjadi bagian dari koleksi Museum Nasional di Jakarta,” katanya.

Andrian menjelaskan sejarah singkat Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah.

AWalnya, gedung ini merupakan bekas sekolah tingkat dasar yang pertama di Kota Tanjungpinang, pada masa Kolonial Belanda dengan nama Holland Irlandsch School (HIS) pada tahun 1918.

“Sebagai sekolah Melayu berbahasa Belanda,” ujarnya.

Pada zaman pendudukan Jepang berganti nama menjadi Futsuko Gakko I (Sekolah Rendah I) selama 2,5 tahun, pada zaman kemerdekaan difungsikan sebagai Sekolah Rakyat (SR).

Akhirnya dijadikan SD01 sampai tahun 2004. Mengingat miseum ini memiliki nilai history bagi sejarah awal mula pendidikan di Tanjungpinang beserta tokoh masyarakat dan BP3 Batu Sangkar setuju merekomendasikan gedung tersebut dijadikan Museum Kota Tanjungpinang.

Pada tahun 2006 Pemerintah Tanjungpinang melalui Dinas Kimpraswil memugar atau merehab gedung utama sekaligus mengembalikan kebentuk semula gedung sebagaimana bentuk awalnya.

Kemudian, pada tahun 2007 Provinsi Kepri melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata merehabilitasi bangunan tambahan sebagai fasilitas pendukung gedung museum seperti Ruang Kantor, Rumah Jaga, Pos Jaga, MCK dan Sumur.

Pada tanggal 31 Januari 2009 bertepatan dengan hari jadi Kota Tanjungpinang, Museum Kota Tanjungpinang diresmikan oleh wali kota tanjungpinang Dra. Hj. Suryatati A.Manan dengan nama museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah kota Tanjungpinang, hingga saat ini.

“Museum ini buka hari selasa sampai minggu, pukul 09.00 -14.00 Wib pelayanannnya. Hari senin kami libur,” katanya.

Di Museum ini anda juga disediakan tempat berfoto bagi para pengunjung. “Jadi tidak ada salahnya bagi siapa saja yang ingin mengetahui peninggalan sejarah Kepulauan Riau di Tanjungpinang ada di museum ini,” kata Andrian.(Antara)

Editor: Evy R. Syamsir

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE