HIPKI minta daerah siap jalani pelimpahan izin tambang pasir kuarsa

id Izin tambang kuarsa

HIPKI minta daerah siap jalani pelimpahan izin tambang pasir kuarsa

Ketua Umum HIPKI Ady Indra Pawennari. (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)

“Kita mendukung kebijakan itu, tapi pastikan dulu kesiapan perangkat daerah yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pendelegasian pemberian perizinan itu. Jangan sampai merugikan dunia usaha dan menghambat investasi,” kata Ketua Umum HIPKI Ady Indra Pawenn
Tanjungpinang (ANTARA) - Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) meminta kesiapan pemerintah daerah provinsi menyusul kebijakan pemerintah pusat melimpahkan sebagian kewenangannya terkait pemberian izin berusaha tambang pasir kuarsa.

“Kita mendukung kebijakan itu, tapi pastikan dulu kesiapan perangkat daerah yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pendelegasian pemberian perizinan itu. Jangan sampai merugikan dunia usaha dan menghambat investasi,” kata Ketua Umum HIPKI Ady Indra Pawennari di Tanjungpinang Sabtu (16/4).

Ady menyampaikan hal itu menyikapi terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Adapun kewenangan pemberian perizinan yang didelegasikan kepada pemerintah daerah provinsi meliputi, pemberian sertifikat, izin, pembinaan dan pengawasan untuk komoditas mineral bukan logam, komoditas mineral bukan logam jenis tertentu (pasir kuarsa) dan komoditas batuan.

“Saya dapat laporan dari daerah, bahwa beberapa provinsi belum memiliki perangkat dalam melaksanakan pemberian perizinan berusaha sesuai norma, standar dan kriteria yang ditetapkan dan sedang dijalankan oleh pemerintah pusat,” katanya.

oleh karena itu, kata Ady, jika pendelegasian pemberian perizinan ini diberlakukan tanpa memperhatikan kesiapan perangkat daerah, maka imbasnya akan menghambat investasi di bidang pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu dan batuan.

“Anda bisa bayangkan, ada provinsi yang sudah tidak memiliki dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang otonom. Personelnya sudah pindah dan bergabung dengan dinas-dinas lainnya, lalu tiba-tiba diberi kewenangan melaksanakan pemberian perizinan, ini bisa kacau,” ujarnya.

Bahkan, lanjut Ady, ada provinsi yang tidak mengalokasikan pendanaan pemberian perizinan berusaha yang didelegasikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sementara pendanaan pemberian perizinan itu dibebankan pada APBD provinsi yang melaksanakan pendelegasian tersebut.

Ia khawatir kondisi ini membuka celah terjadinya transaksi jual beli perizinan. Maka itu, pusat harus jeli melihat kondisi tersebut.

"Niatnya pasti baik, tapi perangkatnya harus disiapkan. Termasuk anggaran operasionalnya yang dibebankan pada APBD provinsi juga harus dipersiapkan dulu,” ungkapnya.

Pria peraih anugerah Pahlawan Inovasi Teknologi Tahun 2015 ini mencontohkan proses peralihan kewenangan di bidang pertambangan mineral dan batubara dari daerah ke pusat dua tahun lalu yang membutuhkan waktu sekitar enam bulan.

Padahal, menurutnya, pusat sudah punya SDM yang solid dan tidak pernah ada kevakuman pelayanan perizinan dan relatif tidak ada norma, standar dan kriteria baru yang diterapkan.

"Sementara sekarang, pendelegasian diberikan ke provinsi dimana tata kelola pertambangan mineral dan batubara di provinsi sempat vakum sekitar dua tahun pasca terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2020,” katanya menegaskan.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE