Sebagian nelayan Natuna beralih profesi akibat cuaca buruk

id Natuna, kepri, nelayan natuna, cuaca buruk

Sebagian nelayan Natuna beralih profesi akibat cuaca buruk

Salah satu warga pesisir saat membuat serokan jaring udang di Desa Sepempang, Natuna, Kepri. (ANTARA/Cherman)

Natuna (ANTARA) - Akibat cuaca buruk pada musim utara sebagian nelayan di Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, beralih profesi menjadi tukang bangunan, bertani dan bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari.

"Saat ini sebagian ada yang menjadi tukang bangunan, serabutan gitu lah, ada juga yang tetap memilih untuk melaut tetapi hanya di pesisir saja," kata Ketua Nelayan Desa Batu Gajah, Ramat di Desa Batu Gajah, Bunguran Timur, Natuna, Jumat.

Ia memperkirakan aktivitas nelayan setempat akan kembali normal pada bulan Februari tahun depan karena telah masuk pada penghujung musim utara.

"Pokoknya tiga bulan ini kami "off" (tidak melaut) tidak seperti biasanya yang sampai ke ZEE sana," ujarnya.

Baca juga:
Kapal roro tujuan Natuna dari Bintan tidak berlayar karena cuaca buruk

Produksi gas Natuna bertambah 30 juta kaki kubik per hari


Ia juga mengatakan, karena yang melaut hanya nelayan tertentu dan pada saat tertentu saja berimbas tingginya harga ikan di pasaran lokal.

"Biasa ikan tongkong yang harga 15 sampai 20 ribu per kilo saat ini tidak ada yang jual per kilo lagi, tetapi per ekor, perbandingannya jika normal harganya 30 ribu per ekor, sekarang bisa mencapai 70 bahkan 80 ribu," katanya.

Selain harga tinggi, menurutnya saat ini ketersediaan stok ikan bagi kebutuhan lokal di daerah itu juga sudah terbatas dan hanya jenis ikan tertentu yang masih tersedia.

"Ikan Tuna kecil, Cakalang itu kalaupun ada sedikit, karena nelayan hanya bisa di pinggir, pergi pagi pulang siang, tidak bisa lama lama di laut," ujarnya.

Baca juga:
LPA Kota Batam catat 60 kasus pencabulan anak sepanjang 2022

2.800 warga Batam miliki kartu kendali pembelian BBM solar


Sementara untuk nelayan pesisir, kata Rahmat, mereka tetap melaut seperti biasa namun beralih pada alat tangkap seperti kelong, atau jaring dan itupun hanya daerah tertentu saja.

"Ada yang pasang "Belat" (kelong) di pinggir bakau dekat dekat sini lah," katanya.

Kondisi seperti itu, menurut Rahmat berlangsung setiap tahun jika masuk musim utara, dan tidak jarang kebutuhan selama tiga bulan dibantu oleh pengepul untuk memenuhi kebutuhan mereka.

"Selama tidak bisa melaut pandai pandai lah kita runding sama "tauke" (bos ikan) untuk berhutang atau bagaimana hingga nanti selesai musim utara baru kerja normal lagi," katanya.

Baca juga:
KPU Kepri: 17 bakal calon DPD RI penuhi syarat dukungan

Kasus aktif COVID-19 di Kepri tercatat 24 orang jelang Tahun Baru 2023

Cuaca buruk, ratusan kelong apung di Bintan tidak beroperasi

4.480 warga di Kepri gunakan identitas kependudukan digital

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE