Pemkot ajak masyarakat berani berbicara jika alami tindak kekerasan

id kepri batam,uptd ppa batam,dp3ap2kb,perempuan dan anak

Pemkot ajak masyarakat berani berbicara jika alami tindak kekerasan

Illustrasi “Stop Kekerasan Perempuan dan Anak”. (ANTARA/Nadilla)

Batam (ANTARA) - Pemerintah Kota Batam Kepulauan Riau mendorong masyarakat untuk lebih berani berbicara jika mengalami atau mengetahui tindakan kekerasan, agar dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat di daerah setempat.

“Kekerasan itu harus dibedakan dari bercanda. Jika suatu tindakan mendatangkan penderitaan, itu bukan bercanda. Konsep ini yang harus dipahami bersama di masyarakat, baik untuk guru, orang tua dan sesama murid,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Pemerintah Kota Batam Dedy Suryadi di Batam, Jumat.

Ia mengatakan pihaknya berkomitmen memberikan edukasi kepada masyarakat tentang kekerasan, termasuk cara mengenali, mencegah, dan melaporkan kasus kekerasan. 

Menurut dia, saat ini dibutuhkan kesepahaman konsep kekerasan di tengah masyarakat daerah setempat.

"Kita harus satu paham, satu konsep. Tindak kekerasan, khususnya kekerasan terhadap anak, harus dipahami dengan jelas. Misalnya, mencubit atau menjewer anak untuk mendisiplinkan, itu bisa menjadi tindakan kekerasan jika tidak dilakukan dengan cara yang benar," kata dia.

Menurut Dedy, hal ini dinilai krusial untuk mencegah tindakan kekerasan terus terjadi, terutama terhadap perempuan dan anak.  

Ia menjelaskan bahwa tindak kekerasan mencakup penggunaan kekuatan fisik, ancaman, atau perbuatan yang menyebabkan cedera, kematian, kerugian psikologis, atau penderitaan. 

Sementara itu, kekerasan terhadap anak meliputi semua perbuatan yang menimbulkan penderitaan fisik, mental, seksual, atau penelantaran yang mengancam integritas dan martabat anak.  

Undang-undang yang mengatur tentang kekerasan terhadap anak meliputi UU RI No. 23 Tahun 2002 dan UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 

Dedy menyoroti bahwa anak-anak saat ini cenderung lebih sulit diatur karena kurangnya pemahaman dan pendekatan yang tepat dari orang tua. 

"Anak yang sering mengalami kekerasan akan tumbuh dengan rasa dendam dan berpotensi menjadi pelaku kekerasan di masa depan. Oleh karena itu, kita harus menyosialisasikan konsep kekerasan ini kepada lembaga pendidikan dan pemerhati kemanusiaan," jelasnya.  

Dalam lingkup rumah tangga, kekerasan juga diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). UU ini melindungi perempuan dari penderitaan fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam rumah tangga.  

“Sama seperti untuk anak, kami mengawal pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan undang-undang,” tambah dia.  

 

 

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE