Perubahan Logo dan Slogan Ekspresikan Transformasi

id Perubahan, Logo, Slogan, Ekspresikan, Transformasi

Berbagai perusahaan di Indonesia telah mengganti logo dan slogan, tak terkecuali PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang mengganti logo dan slogannya baru-baru ini dengan disertai sebuah pesta semarak untuk memperkenalkannya.

Alasan perubahan logo Badan Usaha Milik Negara ini, misalnya, untuk mengekspresikan transformasi yang terus-menerus di lingkungan perusahaan guna meningkatkan daya saing.

Direktur Utama PT RNI, Ismed Hasan Putro mengatakan pengelolaan usaha RNI tidak dilakukan dengan "business as usual" tetapi dilakukan dengan berbagai perubahan menuju peningkatan daya saing. Perubahan pertama adalah pada sisi pola pikir karyawan, pergeseran paradigma, kepedulian dan rasa kepekaan terhadap target-target yang ditetapkan dan menjadi acuan.

Dengan logo baru, PT RNI menetapkan bahwa bekerja dimaknai sebagai pengabdian untuk senantiasa bekerja cerdas, kerja keras dan kerja ikhlas dan yang terpenting bekerja sebagai ibadah.

Perubahan logo dan slogan di perusahaan menarik perhatian berbagai pakar "branding". Satu di antaranya Direktur PT Etnomark Consulting Amalia E Maulana Ph.D yang juga konsultan Brand dan Ethnographer memberikan pandangannya.

Menurut Amalia Maulana, masih banyak pimpinan perusahaan yang berpendapat bahwa kegiatan "branding" terpenting dimulai dari mengganti logo dan slogan, dan menjadikan kegiatan ini menjadi salah satu dari "warisan" yang ingin ditinggalkannya kelak.

"Jika motivasinya saja sudah seperti ini, maka penggantian logo atau slogan menjadi sangat subyektif dan bukan atas nama kebutuhan brand itu sendiri, tetapi lebih politis," kata Amalia.

Dia mengatakan, tidak heran jika banyak pengamat mengatakan kecenderungan dari manajemen baru terutama di BUMN adalah mengganti logo. Alasannya, logo dan slogan lamanya sudah tidak bisa mendukung tugas baru mereka. Hal ini tidak berlaku di perusahaan-perusahaan multinasional.

Proses "Brand audit"

Lebih jauh Amalia mengatakan keputusan untuk mengubah logo terlalu dini dan harus melalui sebuah proses studi "brand audit" yang seksama dan secara holistik. Bukan saja di tingkat konsumen tetapi juga di semua pemangku kepentingan penting termasuk pemangku kepentingan internal yaitu orang-orang yang bekerja di perusahaan.

Dikatakannya, belum tentu "pesan" brand yang disampaikan melalui logo dan slogan sudah tidak relevan lagi bagi para pemangku kepentingan penting.

Mungkin ada isu lain yang lebih penting atau urgent sehingga jika diurutkan dari sisi prioritas, maka bagi para pemangku kepentingan lebih baik dilakukan perbaikan di bidang lain, baru kemudian melakuan perubahan-perubahan yang bersifat permukaan seperti ganti logo -- analogi dengan ganti baju.

Dia berpendapat masih banyak CEO di perusahaan, termasuk BUMN, yang belum memahami kegiatan "branding" dalam arti yang sebenarnya.

Belum banyak yang menyadari bahwa logo dan slogan perusahaan hanyalah salah satu dari komponen brand dari proses keseluruhan, tetapi bukan kegiatan utama dalam Branding.

"Branding adalah berpikir strategis bagaimana untuk mendapatkan rekan sejati sebanyak-banyaknya dari semua stakeholders perusahaan, agar tercapai tujuan dan cita-cita perusahaan," kata Amalia.

Dia mengatakan harus ada penjelasan ilmiah berdasarkan studi holistik terlebih dahulu pemangku kepentingan mana yang perlu mendapat perhatian lebih karena permasalahan brand mungkin saja terberat adalah di tingkat mereka ini.

Jika salah menentukan prioritas, maka yang terjadi adalah pemborosan biaya komunikasi pemasaran perusahaan (MarCom), kata Amalia.

Mengganti logo, slogan adalah salah satu dari kegiatan MarCom yang bisa ditunda terlebih apabila urgensi dari permasalahan brand berada di area yang berbeda.

Yang jarang diperhatikan oleh perusahaan terutama BUMN adalah mencari tahu ke dalam internal organisasi, permasalahan brand bisa jadi lebih banyak seputar "internal branding", bukan "external branding".

Direksi baru RNI berketetapan hati untuk melakukan perubahan-perubahan di perusahaan yang bergerak di bidang usaha, yaitu agroindustri, farmasi dan alat kesehatan, serta perdagangan dan distribusi.

Pada tahun 2013, RNI menyatakan dirinya menambah bisnis inti di bidang properti. Saat ini RNI memiliki satu perusahaan induk (holding company) dan 13 anak perusahaan.

Dalam bidang agroindustri, RNI memiliki 10 pabrik gula di Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur, perkebunan sawit dan perkebunan teh serta beberapa pabrik pengolahan produk hulu dan samping berbasis tebu.

Di bidang perdagangan dan distribusi, RNI memiliki anak perusahaan (PT Rajawali Nusindo dan PT GIEB) dengan cabang-cabang yang terdapat di kota besar seluruh Indonesia.

Di bidang farmasi dan alat kesehatan meliputi pabrik obat, pabrik alat suntik dan kondom.

Mengganti logo dan slogan merupakan bagian dari usaha manajemen baru membuat perubahan. Dapat dicatat bagaimana para pembuat perubahan di Indonesia seperti Cacuk Sudarijanto dengan Telkom, Sjamsir Kadir (Pegadaian), Marzuki Usman (Bapepam) dan di luar negeri seperti Voughn Beals (Harley Davidson) dan Lee Iacocca (Chrysler).

Dalam bukunya "Change", Rhenald Kasali mengatakan mereka melakukan transformasi struktural sekaligus kultural, dan membuat perubahan bak sebuah "pesta" yang menyenangkan.

Perubahan, penanaman tata nilai dan semangat baru menampakkan hasil di PT RNI. Perusahaan mencatat sejarah baru dengan keuntungan kotor sebesar Rp450 miliar atau meningkat 500 persen pada kinerja akhir tahun 2012 jika dibandingkan dengan kinerja 2011 yang mencatat kerugian.

Tantangan bagi direksi PT RNI ke depan ialah menghasilkan prestasi besar setelah mencatat laba terbesar sepanjang sejarah 47 tahun berdirinya RNI.(*)

Editor: Dedi

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE