Tanjungpinang (Antara Kepri) - Lembaga Swadaya Masyarakat Cerdik Pandai Pemuda Melayu (CINDAI) menuding PT Kartika Jemaja Jaya melakukan aktivitas penebangan hutan di atas lahan 200 hektare di Pulau Jemaja, Kabupaten Kepulauan Anambas.
Ketua Cerdik Pandai Pemuda Melayu (CINDAI) Edi Susanto, di Tanjungpinang, Rabu, mengatakan aktivitas penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu hasil hutan di Jemaja itu sudah berlangsung sejak tahun 1998.
"Izin yang diberikan kepada PT KJJ itu untuk perkebunan kakao. Setelah lahan dibuka, pohon-pohon ditebang, sampai sekarang tidak ada satu batang tanaman kakao," katanya yang juga putra kelahiran Anambas.
Kecurigaan warga terbukti setelah ditemukan banyak batang kayu hasil olahan di kawasan yang dikelola PT KJJ. Tahun 2000 warga membakar kayu hasil hutan tersebut.
Beberapa tahun kemudian, warga melakukan hal yang sama hingga berurusan dengan aparat penegak hukum.
"Tidak ada investasi kakao, faktanya mereka melakukan kegiatan penebangan pohon. Kayu-kayu berkualitas baik itu dijual ke Malaysia," ujarnya.
Dia mengatakan "permainan" PT KJJ mengeruk hasil hutan di Jemaja berkolaborasi dengan berbagai pihak. Semakin lama, siapa oknum di pemerintahan yang bekerja sama dan mengeruk keuntungan dari aktivitas PT KJJ semakin jelas.
PT KJJ milik Tan Lam Eng, warga Malaysia. Namun nama yang muncul yakni Jamin.
Tahun 2009, mendapat izin baru dari pemerintah, meski investasi kakao tidak pernah ada. Aksi penolakan berulang kali yang dilakukan warga pun tidak membawa perubahan.
"30 Desember 2013 berubah status menjadi Penanaman Modal Asing. Direktur Tan Lam Eng, Sang Hang Ping dan Said Jafar sebagai komisaris," ucapnya.
Dia mengatakan di lingkungan Pemerintahan Kepri nama Said Jafar tidak asing lagi. Said Jafar sejak Pemerintah Kepri terbentuk hingga tahun 2015 menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan, Pertanian dan Perkebunan Kepri.
"Said Jafar itu pensiun tahun 2015, bagaimana mungkin saat itu dia nekat menjabat sebagai komisaris PT KJJ. Di akta pendirian perusahaan itu, Said bekerja sebagai di perusahaan swasta, bukan PNS," katanya.
Dia mengemukakan tahun 2004 Bupati Natuna Hamid Rizal pernah mencabut izin prinsip PT KJJ. Saat itu Jemaja masih bagian dari Natuna.
Kemudian tahun 2006, Kadis Kehutanan, Pertanian dan Perkebunan Kepri Said Jafar juga mencabut izin.
Tahun 2008 Dirjen Planologi memberi teguran pertama dan kedua sehingga tidak ada kegiatan.
Namun di tahun 2008, Pelaksana tugas Bupati Anambas Tengku Mukhtarudin menerbitkan izin usaha untuk PT KJJ. Tengku mengeluarkan izin prinsip untuk usaha karet seluas 3.605 hektare.
Hampir seluruh kawasan pulau itu ditetapkan sebagai hutan konversi untuk perkebunan karet di tahun 2013, padahal ada 2.000 kepala keluarga yang tinggal di kawasan itu.
"Tahun 2013 hutan lindung Jemaja ditetapkan sebagai hutan konversi melalui perda tetapi tidak ada kawasan lain yang ditetapkan sebagai hutan lindung sebagai penggantinya," katanya.
Setelah peristiwa itu, dia mengemukakan kondisi semakin para. Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Pertanian Kepri tahun 2014 mengeluarkan izin pemanfaatan kayu dan izin usaha perkebunan. Anehnya, AMDAL sampai sekarang belum ada.
"24 April 2016 kami aksi besar2an di Tarempa. Sekitar 2.000 orang warga aksi penolakan," ucapnya.
Edi mengatakan peristiwa itu akan dilaporkan kepada penegak hukum baik kepolisian maupun Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kami akan memaksa pusat melihat kondisi Jemaja, dan menangani permasalahan ini secara tegas dan adil," ujarnya. (Antara)
Editor: Rusdianto

Komentar