Tanjungpinang pertimbangkan pajak hiburan 20 sampai 25 persen

id Pajak hiburan

Tanjungpinang pertimbangkan pajak hiburan 20 sampai 25 persen

Penjabat (Pj) Wali Kota Tanjungpinang Hasan. ANTARA/Ogen

Tanjungpinang (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mempertimbangkan pemberian diskresi pajak hiburan di angka 20 sampai 25 persen kepada pelaku usaha di daerah ini.

"Seperti di Yogyakarta dan Bali itu, pajak hiburannya 20-25 persen. Mungkin kami bisa seperti itu, tapi perlu dihitung dulu,” kata Penjabat (Pj) Wali Kota Tanjungpinang Hasan, usai membuka acara sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi kepada Pelaku Usaha, di Trans Convention Center, Senin.

Dalam sosialisasi tersebut, kata Hasan, Pemkot Tanjungpinang menampung keluhan pengusaha yang keberatan dengan kenaikan pajak hiburan sebesar 40-70 persen, sebagaimana ketentuan pemerintah pusat.

Menurutnya, para pelaku usaha mengusulkan agar pajak hiburan tetap di angka 15 persen, namun hal itu tidak dapat dipenuhi karena pemkot harus menjalankan regulasi yang ada.

"Kami pastikan pajak hiburan yang mencapai 40-70 persen itu, masih ada diskresi yang akan diberikan untuk pelaku usaha di Tanjungpinang," ujar Hasan.

Dalam sosialisasi Perda Nomor 1 Tahun 2024 itu, juga dihadiri oleh narasumber dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Pemkot Tanjungpinang sengaja mendatangkan narasumber dari Kemendagri guna menyampaikan beberapa hal secara teknis kepada wajib pajak, salah satunya soal pajak hiburan.

“Kami tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah,” katanya lagi.

Hasan menyebut aturan itu membantu mengembangkan potensi-potensi pajak atau retribusi yang ada di daerah. Melalui sosialisasi tersebut, para pelaku usaha akan lebih memahami kewajibannya.

“Tapi masih ada kebijakan yang diberikan pusat kepada daerah terhadap beberapa retribusi pajak daerah,” ujar Hasan pula.

Ketua DPD Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) Provinsi Kepri Mulyadi Tan berharap pemerintah pusat menunda dulu kebijakan menaikkan pajak hiburan sebesar 40-70 persen yang dinilai terlalu tinggi.

Menurutnya, ketika pajak hiburan tinggi, maka bisa berdampak pada sepinya pengunjung karena konsumen akan menanggung biaya hiburan yang lebih mahal jika dibandingkan sebelum pajak hiburan 40 persen itu diberlakukan.

"Akibatnya usaha jadi sepi bahkan bisa tutup. Otomatis, tingkat pengangguran bertambah dipicu PHK," ujarnya.

Ia menyebut momentum kenaikan pajak hiburan 40-70 persen belum tepat, sebab pascapandemi COVID-19, para pelaku usaha baru mulai bangkit dan pulih.

Pemerintah seharusnya dapat mempertimbangkan kondisi pengusaha hiburan yang tengah berupaya menarik pengunjung untuk datang ke tempat-tempat hiburan, termasuk menarik kunjungan wisatawan domestik hingga mancanegara.

Apalagi Kepri pada umumnya, mendapat target kunjungan wisman mencapai tiga juta orang dari Kementerian Pariwisata pada tahun 2024.

"Biarkan kami kerja dulu untuk pemulihan sekaligus mendatangkan wisatawan. Jangan justru pemerintah tiba-tiba menaikkan pajak hiburan mencapai 40 persen," ujar Mulyadi Tan.

Setelah usaha tempat hiburan pulih disertai tingginya jumlah pengunjung atau wisatawan yang datang, ujar dia lagi, baru pemerintah bisa melakukan evaluasi terkait pajak hiburan.

Ia juga menyarankan pemerintah agar melibatkan pengusaha hiburan hingga asosiasi pariwisata dalam memutuskan kebijakan menaikkan pajak hiburan.

"Pajak hiburan 40-70 persen persen kurang efektif, meskipun tujuannya bagus untuk meningkatkan pendapatan asli daerah," ujarnya lagi.

Dia juga berpandangan ketika pajak hiburan murah, tentu pengunjung makin ramai datang ke tempat hiburan, sehingga berdampak pula pada peningkatan lapangan kerja serta ekonomi daerah.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE