Batam (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Batam I Ketut Kasna Dedi mengingatkan para penerima penyelesaian perkara melalui mekanisme restoratif justice atau keadilan restoratif, bahwa kesempatan mendapatkan penghapusan perkara hanya didapat sekali seumur hidup, sehingga bila mengulangi perbuatan pidananya tidak bisa lagi direstoratifkan.
"Di Kejaksaan penyelesaian perkara melalui restorative justice hanya bisa digunakan sekali untuk satu orang, kalau nanti mengulangi lagi tidak boleh, hanya sekali seumur hidupnya," kata Kasna di Batam, Kamis.
Di awal 2025, Kejari Batam menghentikan penuntutan perkara pencurian kendaraan bermotor oleh tersangka Andreas Marboen (23). Sementara selama 2024 ada enam kasus pidana yang diselesaikan melalui mekanisme restorative justice.
Pemberian restorative justice kepada Andreas telah mendapatkan persetujuan secara berjenjang mulai dari persetujuan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejakasaan Agung, hingga Kejaksaan Tinggi Riau.
Setelah persetujuan diperoleh, barulah Kejari Batam yang menangani perkara tersebut melaksanakan penghentian perkara, di mana tersangka dibebaskan dari tuntutan pidananya, dan dipulihkan namanya.
Kasna berpesan kepada Andreas, agar tidak mengulangi perbuatan pidananya, karena tidak akan mendapatkan kesempatan untuk direstorative justicekan.
Pesan ini juga berlaku bagi sejumlah penerima keadilan restoratif di Kota Batam.
Setelah dihentikan perkaranya, Andreas tidak lagi ditahan dan berstatus bebas, namun wajib menjalankan sanksi sosial sebagai alternatif hukumannya.
"Jadi ini pembelajaran buat tersangka untuk tidak melakukan kejahatan apa pun, karena tidak boleh lagi diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif," katanya.
Selama 2025 ini, Kejari Batam baru mengajukan permohonan keadilan restoratif untuk satu perkara, dan disetujui oleh Jampidum Kejaksaan Agung dan Kejati Kepri dengan pertimbangan tersangka Andreas menyesali perbuatannya, tidak akan mengulang perbuatan pidananya, adanya kesepakatan antara korban dan tersangka, tidak pernah dihukum, dan pidananya tidak lebih dari lima tahun,
Setelah dinyatakan bebas, Andreas menyesali perbuatan dan menawarkan diri untuk menjalani sanksi sosial di gereja selama satu bulan.
Menurut Kasna, tindak pidana yang banyak terjadi yakni pencurian, kebanyakan para tersangka melakukan karena beberapa faktor, yakni masalah perekomian, minim lapangan pekerjaan, tidak memiliki keahlian. Oleh karenanya pemerintah perlu memikirkan dampak setelah pemberian keadilan restoratif dilakukan.
"Kerja sosial bisa seperti membersihkan rumah ibadah, atau bisa dimanfaatkan tenaganya untuk tugas-tugas kebersihan," ucap Kasna.
Baca juga: Kejati Kepri hentikan perkara pencurian motor di Kota Batam
Komentar