PEMERINTAH Provinsi Kepulauan Riau seperti sudah kehabisan akal dalam melaksanakan program nasional Imunisasi Measles dan Rubella (MR).
Dinas Kesehatan Kepri menyatakan persepsi negatif menjadi dasar penolakan Imunisasi MR, yang mulai dilaksanakan 1 Agustus-30 September 2018. Meski sudah diperpanjang hingga 31 Oktober 2018, jumlah warga usia 9 bulan hingga 15 tahun yang sudah diimunisasi sampai sekarang belum mencapai 50 persen dari 608.124 orang.
Kepala Dinkes Kepri Tjetjep Yudiana di Tanjungpinang, Senin merasa pesimistis Imunisasi MR mencapai 95-100 persen lantaran masih banyak pihak sekolah dan warga yang menolaknya.
"Ini persoalan serius. Petugas kerap ditolak oleh warga maupun pihak sekolah," katanya.
Petugas tidak boleh memaksakan warga diberikan imunisasi tersebut, meski Kemenkes menetapkan program imunisasi ini bersifat wajib. Pemerintah menargetkan Indonesia bebas Rubella pada 2020.
Dinkes Kepri sendiri sudah menyelenggarakan rapat dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat agar program nasional itu terlaksana maksimal di Kepri. Namun hasilnya juga belum maksimal, karena persepsi negatif terlanjur ditelan mentah-mentah oleh banyak warga.
Padahal penyakit campak dan rubella merupakan penyakit yang mudah menular. Dan bila disertai komplikasi maka dapat menyebabkan kematian.
"Penolakan demi penolakan terus terjadi. Kami khawatir campak dan rubella ini menjadi wabah yang menakutkan jika Imunisasi MR tidak terlaksana maksimal," tegasnya.
Program Imunisasi MR diberikan secara gratis di sekolah, posyandu, puskesmas, fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta.
Jumlah pos imunisasi atau posyandu yang dilibatkan sebanyak 4.635 unit, dengan tenaga vaksinator sebanyak 3.389 orang, dan tenaga supervisor sebanyak 396 orang.
Pemerintah menyiapkan logistik vaksin sebanyak 79.816 vial dengan alat suntik sebanyak 746.473 unit dan kotak penanganan limbah 7.465 unit.
Menurut dia, upaya yang harus dilakukan agar program itu terlaksana maksimal dengan melibatkan seluruh jajaran pemerintah kabupaten dan kota, mulai dari kepala daerah hingga lurah dan kepala desa. Sosialisasi secara massif harus dilakukan, terutama melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat.
"Ini yang belum saya lihat sehingga petugas kesulitan melaksanakan program itu," ucapnya.
Boleh Imunisasi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait penggunaan vaksin MR pada 20 Agustus 2018 atau setelah 20 hari program itu dilaksanakan di Kepri.
Vaksin MR, produk dari Serum Institute of India untuk imunisasi tersebut haram, namun MUI menyatakan masyarakat masih bisa memakai karena alasan keterpaksaan.
Fatwa MUI Nomor: 33 tahun 2018 tentang Pengunaan Vaksin MR menegaskan penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII), pada saat ini, dibolehkan atau mubah karena kondisi keterpaksaan atau belum ditemukan vaksin yang halal, serta ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi.
Setelah fatwa itu terbit, banyak orang tua yang mengizinkan anak-anaknya diimunisasi, begitu pula sebaliknya.
"Saya izinkan anak saya diimunisasi. Ini untuk kebaikannya," kata Ria, warga Batu, Tanjungpinang.
Di Batam, Ivon, menolak anak-anaknya diimunisasi setelah tahu kandungan vaksin MR. "Mengerikan. Saya tidak mau anak saya diberikan itu," ucapnya.
Sementara di Bintan, Aris, mengizinkan putranya diimunisasi karena program pemerintah. Pemerintah pasti memiliki orang-orang yang ahli dalam melaksanakan program tersebut.
"Pemerintah tidak mungkin menyesatkan rakyatnya. Kami percaya itu karena program nasional," katanya.
Antisipasi KLB
Gubernur Kepri Nurdin Basirun berharap pemberian vaksin MR di Kepri berjalan lancar, agar anak-anak tumbuh sehat.
"Kami tidak ingin pada 2030, bonus demografi penduduk tidak bisa dimanfaatkan," kata dia.
Pemerintah kabupaten/kota di Kepri mendukung program imunisasi campak dan rubella melalui penyuntikan vaksin MR yang dicanangkan pemerintah pusat.
Pembukaan program itu dilaksanakan Gubernur Nurdin Basirun, serta seluruh wali kota dan bupati di wilayah itu melaksanakan program nasional tersebut di SDN 001 Sagulung, Batam.
"Program pemerintah pusat yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia, tidak boleh dikalahkan dengan imbauan," katanya.
Kepala Dinkes Kepri Tjetjep mengemukakan vaksin ini untuk mencegah mssyarakat dari penyakit campak dan rubella. Program imunisasi vaksinasi MR tidak boleh berhenti untuk kepentingan masyarakat.
"Vaksin MR itu sudah berlabel BPOM, sudah sesuai dengan fatwa MUI tahun 2016. Yang sekarang dihebohkan itu, bukan fatwah MUI, melainkan imbauan MUI kepada pemerintah," ujarnya.
"Di pikiran kami bagaimana menyelamatkan generasi muda dari serangan virus campak dan rubella. Imunisasi ?MR merupakan solusinya, sehingga petugas sampai sekarang tetap bersemangat melaksanakan tugasnya, meski kerap ditolak pihak sekolah," katanya.
Tjetjep mengatakan dari aspek kesehatan, 60 persen yang diimunisasi saja, dinilai percuma dan belum berhasil, karena masih banyak yang potensial tertular.
Ia mengingatkan masyarakat bahwa campak dan rubella bukan penyakit yang mudah diobati, karena itu perlu diwaspadai dan diantisipasi sebelum menyebar luas. "Lebih baik mencegah daripada mengobati," ucapnya.
Ia juga mengingatkan wilayah itu potensial ditetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat penularan campak dan rubella yang meluas. Indikator penyakit campak dan rubella mudah menyebar luas dapat dilihat dari jumlah penderitanya, letak geografis Kepri dan jumlah warga yang sudah diberi vaksin MR.
Saat ini, kata dia, jumlah warga Kepri yang terinfeksi rubella sebanyak 114 orang, sedangkan campak mencapai 170 orang. Jumlah penderita campak dan rubella itu diperkirakan lebih dari itu jika dihitung dengan penderita yang tinggal di pulau-pulau.
"Kita semua tentu tidak menginginkannya, tetapi kondisi sekarang membuahkan hasil analisis kesehatan yang memungkinkan terjadi KLB jika tidak segera diantisipasi," ujarnya.
Tjetjep mengatakan warga asing yang masuk Kepri juga potensial menyebarkan virus campak dan rubella. Saat ini, kata dia, sebanyak 40 ribu warga Eropa terjangkit penyakit yang mematikan tersebut.
"Kepri merupakan wilayah tujuan wisata bagi warga asing. Kita tidak mengetahui apakah turis tersebut bebas penyakit itu atau tidak," katanya.
Dari tiga indikator itu, menurut dia, mendorong pemerintah untuk terus mengampanyekan vaksin MR, dan mendorong pihak sekolah agar mengizinkan petugas mengimunisasi para pelajar. Saat ini, banyak petugas kesehatan yang ditolak oleh pihak sekolah.
"Petugas datang dengan semangat untuk melindungi para generasi muda dari penyakit yang dapat menimbulkan kebutaan, tuli dan kerusakan paru-paru, tetapi ditolak. Kasihan mereka," tuturnya.
Melawan persepsi negatif imunisasi MR
Kita semua tentu tidak menginginkannya, tetapi kondisi sekarang membuahkan hasil analisis kesehatan yang memungkinkan terjadi KLB jika tidak segera diantisipasi
Komentar