Beirut (ANTARA) - Sekjen Hizbullah, Naim Qassem, memperingatkan bahwa kesabaran kelompok perlawanan Lebanon itu "mungkin habis" terhadap pelanggaran perjanjian gencatan senjata oleh Israel.
Menanggapi kritik terhadap sikap diam kelompok itu terhadap pelanggaran Israel tersebut, Qassem mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi pada Sabtu (4/1), bahwa keputusan untuk melawan Israel, termasuk senjata yang akan digunakan, berada di tangan pemimpin Hizbullah.
"Kesabaran kami mungkin habis ... dan ketika kami memutuskan untuk bertindak, Anda akan segera mengetahuinya,” kata Qassem, memperingatkan.
Dia mengatakan bahwa perjanjian gencatan senjata secara eksklusif berlaku untuk wilayah di selatan Sungai Litani, dan Lebanon bertanggung jawab untuk memaksa Israel mematuhi perjanjian itu.
Berdasarkan perjanjian, Israel harus menarik pasukannya secara bertahap di selatan Garis Biru, yang merupakan perbatasan de facto, sementara tentara Lebanon harus dikerahkan ke selatan dalam waktu 60 hari.
Resolusi PBB 1701, yang diadopsi pada 11 Agustus 2006, menyerukan agar konflik bersenjata antara Hizbullah dan Israel sepenuhnya dihentikan.
Resolusi itu juga menyerukan penetapan zona bebas senjata di antara Garis Biru dan Sungai Litani di Lebanon selatan, kecuali bagi tentara Lebanon dan UNIFIL.
Data Kementerian Kesehatan Lebanon menunjukkan bahwa sejak Israel menyerang Lebanon pada 8 Oktober 2023, sedikitnya 4.063 orang tewas, termasuk perempuan, anak-anak, dan petugas kesehatan, sedangkan 16.664 lainnya terluka.
Pesawat tempur Israel...
Komentar