Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia menyiapkan gugatan pembatalan kontrak terkait sengketa pengadaan satelit antara Kementerian Pertahanan RI dan perusahaan Detenté Operation, yang kini bergulir di forum arbitrase internasional, Kamar Dagang Internasional atau International Chamber of Commerce (ICC) Singapura.
Saat memimpin Rapat Tindak Lanjut Hearing Perkara Detenté di Jakarta, Rabu (11/6), Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI Otto Hasibuan mengatakan Indonesia tidak boleh kalah dalam kasus itu.
"Kita harus tunjukkan bahwa kita punya bukti, kita punya dasar hukum, dan kita tidak akan membiarkan siapa pun merugikan Negara,” kata Otto, seperti dikutip dari keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menanggapi pernyataan tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Hukum Kemenko Kumham Imipas RI Nofli menekankan pentingnya koordinasi antara instansi dan pendekatan yang komprehensif dalam penanganan perkara tersebut.
"Ini bukan sekadar persoalan arbitrase, tapi menyangkut muruah negara. Karena itu, pendekatan pidana, perdata, dan internasional harus berjalan seiring,” kata Nofli dalam kesempatan yang sama.
Kasus bermula dari kontrak pengadaan satelit dan perangkat komunikasi pada 2018 dengan Detenté. Namun hasil audit BPKP RI menunjukkan bahwa barang yang diterima Kemenhan hanya bernilai sekitar Rp1,9 miliar, jauh di bawah nilai kontrak sebesar Rp350 miliar.
“Kami menerima barang-barang yang ternyata hanya handphone biasa, bukan perangkat komunikasi satelit seperti yang dijanjikan,” kata Marsda TNI Hendrikus Haris Haryanto.
Untuk itu, pemerintah RI kini menyiapkan gugatan pembatalan kontrak di ICC dengan dasar bahwa kontrak tersebut cacat hukum dan dilandasi penipuan (fraud).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: RI siapkan gugatan pembatalan kontrak satelit di ICC Singapura
Komentar