Batam (ANTARA) - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepulauan Riau tengah mengusut proses rekrutmen tujuh WNI yang dipekerjakan sebagai anak buah kapal (ABK) MT Shin Xing yang terombang-ambing di laut Myanmar sejak Juli 2025.
Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Kepri AKBP Andyka Aer mengatakan pihaknya telah mendatangi rumah salah satu ABK yang berada di Batam, serta rumah perekrut para ABK tersebut.
"Kami sudah mendatangi rumah salah satu ABK yang ada di Batam itu pada Selasa (14/10), kami menemui istri dan kakaknya Septia Rizky," kata Andyka dikonfirmasi di Batam, Selasa.
Perwira menengah Polri itu menjelaskan, pihaknya mengumpulkan bahan dan keterangan dari pihak keluarga Septia Rizki dan Juanda selaku perekrut.
Penyidik mendatangi rumah Septia Riski yang bertugas sebagai chief head engineer MT Shin Xing yang beralamat di Puri Selebriti Residence, Kelurahan Batu Besar, Kota Batam. Sedangkan rumah Juanda berada di kawasan Tiban 2 Batam.
Berdasarkan keterangan dari pihak istri dan kakak Rizki, mereka direkrut dari Batam, dijanjikan gaji sekitar Rp15 juta per bulan sebagai kru kapal MT Shin Xing.
"Berdasarkan keterangan dari pihak istri Rizki, si perekrut bernama Juanda ini menjanjikan para ABK yang direkrut di Batam ini akan dibayar Rp15 juta sebagai kru kapal," katanya.
Keterangan berikutnya diperoleh informasi para ABK sudah menerima gaji untuk dua bulan, sementara empat bulan lainnya belum dibayarkan.
"Mereka dijanjikan gaji akan dibayar setelah proses docking kapal selesai," ujar Andyka.
Menurut keterangan yang diperoleh, Rizki dan enam ABK lainnya direkrut dari Batam dan diberangkatkan ke Belawan, Sumatera Utara. Mereka ditugaskan untuk mengirimkan kapal ke Malaysia untuk keperluan docking.
Tetapi, lanjut dia, karena biaya docking di Malaysia mahal, kapal mereka dialihkan ke Myanmar. Namun, sesampainya di perairan Myanmar kapal tidak diizinkan docking karena surat izin kapalnya tidak lengkap.
"Ke Myanmar mereka tidak diterima karena dokumen kapal tidak lengkap, akhirnya mereka tidak jadi melakukan docking, luntang-lantung di perairan Myanmar," ujarnya.
Saat ini, kata dia, tujuh ABK kapal MT Shin Xing itu sudah mendapatkan bantuan dari KBRI di Yangon yang mengeluarkan Nota Diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Myanmar agar ketujuh ABK WNI dapat melakukan "sing off" dan dipulangkan ke Indonesia.
"Informasi yang kami peroleh, ketujuh ABK WNI sudah mendapat bantuan dari KBRI di Yangon. Rencananya hari ini atau besok mereka akan diizinkan ke Thailand, setelah itu proses pemulangan," katanya.
Namun, Andyka belum bisa memastikan pemulangan 7 ABK WNI ini apakah langsung ke Batam, atau ke Belawan.
Sementara itu, istri dari Juanda menjelaskan suaminya bekerja di kapal ikan, dan kerap merekrut ABK untuk dipekerjakan.
Penyidik belum dapat menghubungi Juanda yang menurut keterangan istrinya saat ini berada di Aceh.
"Kami sudah menghubungi Juanda via telepon dan pesan WA, tetapi tidak direspons. Tapi dia memberi kabar kepada istrinya," ungkapnya.
Terkait peristiwa ini, kata Andyka, pihaknya masih menyelidiki apakah ada unsur tindak pidana terkait perdagangan orang (TPPO) atau undang-undang Cipta Kerja, atau pelayaran. Karena, Rizki direkrut memang sesuai kualifikasi, memiliki linsensi pekerja di bidang pelayaran.
Pihaknya sudah menerima laporan dari istri dan kakak Septia Rizki yang dilayangkan ke Unit TPPO Ditreskrimum Polda Kepri pada Senin (20/10).
"Laporannya kami arahkan ke pengaduan masyarakat (dumas), belum laporan polisi, kami masih menunggu Rizki pulang untuk dimintai keterangan," katanya.
Ketujuh ABK WNI itu dilaporkan terlantar di perairan Myanmar sejak Juli 2025. Mereka direkrut dari Batam dan berangkat melalui Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, pada 5 Mei 2025.
Kapal itu awalnya dijadwalkan docking di Malaysia, namun justru dialihkan ek Myanmar. Para ABK belum menerima gaji sejak Juli, tidak memiliki dokumen kerja resmi dan mengalami kekurangan logistik.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Polda Kepri usut proses rekrutmen ABK MT Shin Xing

Komentar