Distamben: Granit Karimun seharusnya Tidak Dilarang Ekspor

id granit,karimun,larangan,ekspor,mineral,mentah,konstruksi,bangunan

Karimun (Antara Kepri) - Batu granit yang ditambang di sejumlah perusahaan di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, seharusnya tidak termasuk mineral mentah larangan ekspor, kata Kepala Bidang Pertambangan Dinas Pertambangan dan Enegeri Karimun Budi Setiawan.

"Granit dari Karimun seharusnya dikategorikan berbentuk bahan jadi atau olahan yang seharusnya tidak masuk mineral mentah yang dilarang untuk diekspor," katanya di Tanjung Balai Karimun, Rabu.

Menurut Budi, granit termasuk bahan galian C jenis batu-batuan. Produksi granit oleh enam perusahaan tambang di Pulau Karimun Besar untuk memenuhi kebutuhan konstruksi bangunan, baik lokal maupun ekspor.

"Itu granit yang sudah jadi. Sejak dulu memang untuk kebutuhan konstruksi bangunan. Granit Karimun sebagian besar diekspor ke Singapura," ujarnya.

Ia mengatakan, pemberlakuan larangan ekspor mineral mentah memang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah terhadap mineral dan barang hasil penambangan. Namun, pemerintah pusat hendaknya memberikan dispensasi atau tidak memasukkan granit, khususnya yang ditambang di Karimun sebagai mineral mentah.

"Kalau harus diolah menjadi keramik atau marmer, tentu akan berdampak pada pasokan granit untuk konstruksi bangunan," kata dia.

Ia juga mengatakan, granit Karimun juga tidak memiliki kualitas yang baik untuk diolah menjadi bahan jadi seperti keramik atau marmer. Selain itu, pendirian pabrik keramik atau marmer juga tidak mudah karena membutuhkan investasi yang sangat besar.

Lebih lanjut dia mengatakan, Distamben telah menyurati Kementerian ESDM agar memberikan dispensasi untuk kegiatan ekspor granit Karimun. Dispensasi itu hanya berlaku satu bulan yang berakhir pada 14 Februari 2014.

Saat ini, kata dia, seluruh perusahaan tambang granit sedang menyiapkan persyaratan untuk mendapatkan status eksportir terdaftar (ET) dari Kementerian Perdagangan sebagai implementasi dari larangan ekspor yang berlaku sejak 12 Januari 2014.

"Kita berharap ada ketentuan baru atau dispensasi dari pemerintah pusat. Namun demikian, perusahaan tetap menyiapkan syarat mendapatkan ET. Dengan ET, ekspor bisa dilakukan namun harus membayar bea keluar sebesar 20 persen dari harga patokan ekspor (HPE)," kata Budi Setiawan. (Antara)

Editor: Eddy K Sinoel

Editor: Jo Seng Bie
COPYRIGHT © ANTARA 2025


Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE