Karimun (ANTARA Kepri) - Nelayan yang biasa melaut di perairan Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, menuntut penghentian aktivitas penambangan timah dalam zona tangkap ikan nelayan tradisional.
Tuntutan tersebut bakal disampaikan para nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Karimun,pada Selasa (24/1) besok di gedung DPRD Karimun.
Koordinator unjuk rasa Syaiful usai rapat persiapan unjuk rasa di Hotel Himalaya Tanjung Balai Karimun, Senin mengatakan, aksi tersebut merupakan aksi damai sebagai bentuk keprihatinan atas maraknya penambangan timah yang memasuki wilayah tangkap nelayan tradisional.
"Nelayan berencana akan menduduki gedung DPRD jika tuntutan mereka tidak ditanggapi oleh anggota dewan," kata dia.
Dia mengatakan, nelayan menuntut agar larangan adanya penambangan timah pada zona tangkap ikan nelayan tradisional harus dituangkan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang masih dibahas oleh panitia khusus DPRD.
"Kami minta dalam Perda RTRW dipertegas tentang zona tangkap ikan dan kawasan konservasi. Tuntutan ini disampaikan mengingat perda tersebut akan berlaku sampai 20 tahun ke depan, kalau klausul itu tidak dituangkan kami khawatir nasib nelayan akan terancam karena mereka kehilangan mata pencaharian," ucapnya.
Ketua KTNA Karimun Amirullah mengatakan, kalangan nelayan tradisional menuntut penghentian aktivitas penambangan timah karena jelas-jelas melanggar aturan, bahkan ada kapal keruk timah yang beroperasi 50 meter dari bibir pantai.
"Nelayan menuntut aktivitas penambangan timah dihentikan, termasuk penambangan timah swasta. Atau, berikan kompensasi semisal bantuan kapal yang lebih besar dan sarana tangkap yang dapat digunakan di laut lepas jika zona tangkap ikan dijadikan kawasan penambangan," katanya.
Dia juga meminta DPRD Karimun agar menuangkan larangan penambangan timah pada zona tangkap nelayan tradisional, yaitu pada jarak 0-2 mil dari pantai dalam Perda RTRW.
"Nelayan mengeluh karena hasil tangkapan mereka berkurang drastis kalau tidak dikatakan sama sekali. Air laut menjadi keruh, ekosistem seperti terumbu karang rusak akibat penambangan," ucapnya.
Informasi dihimpun, aktivitas penambangan timah oleh PT Eunindo Usaha Mandiri meresahkan nelayan tradisional karena kegiatan penambangan tidak lagi mengacu pada titik koordinat tertentu serta memperhatikan kelangsungan hidup nelayan.
Sedikitnya terdapat sekitar 5 kapal isap timah swasta yang beroperasi di sekitar perairan Meral hingga Tanjung Balai Karimun, yaitu Kapal Isap Produksi (KIP) Anugerah I, KIP Anugerah II, KIP Cinta, KIP Petch Pang Nga dan KIP Blassing.
"Kami mau menangkap ikan kemana jika perairan tempat kami menangkap ikan menjadi keruh akibat penambangan timah. Tidak mungkin kami menangkap ikan di laut lepas karena hanya menggunakan kapal pompong kecil," ucap nelayan Nasir.
Ratusan nelayan yang telah mempersiapkan diri untuk unjukrasa di gedung DPRD Karimun itu terdiri atas beberapa kelompok nelayan seperti Ikatan Nelayan Sei Lakam, Ikatan Nelayan Sepakat, Ikatan Nelayan Lumba-lumba, Ikatan Nelayan Telaga Indah, Ikatan Nelayan Bintang Laut dan Ikatan Nelayan Semerah Padi.
Kemudian, Persatuan Nelayan Batu Hitam, Persatuan Nelayan Kuda Laut, Persatuan Nelayan Kakap Putih Sebele, Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) dan LSM lingkungan hidup Karimun Hijau.
(KR-RDT/E010)
Komentar