Tanjungpinang (ANTARA Kepri) - Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Biji Besi Indonesia menilai wajar penambangan bauksit di Pulau Bintan ditutup pemerintah, karena lahan pascatambang tidak dikelola dengan baik sehingga merugikan negara dan masyarakat.
"Wajar jika tambang bauksit di Pulau Bintan (Kabupaten Bintan dan Tanjungpinang) ditutup, karena program penghijauan di lahan bekas tambang tidak berjalan dengan baik," kata Wakil Sekretaris Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Biji Besi Indonesia, di Tanjungpinang, Alias Wello, Senin.
Menurut dia, lahan bekas penambangan bauksit di Pulau Bintan menjadi gersang dan rusak karena tidak ditanami bibit pohon. Sementara pemulihan lahan itu membutuhkan waktu yang lama dan anggaran yang besar.
Kondisi itu tentunya menjadi beban bagi pemerintah daerah, karena pengusaha bauksit jarang mempedulikan lingkungan, terutama setelah penambangan.
"Hari ini masyarakat masih dapat melihat dari atas jika kondisi Pulau Bintan sangat parah, karena banyak lahan gersang," ujarnya yang juga Direktur PT Fajar Mentaya Abadi.
Seharusnya, kata dia, program penghijauan atau pemulihan lahan yang dieksploitasi direncanakan sebelum dilaksanakan penambangan. Penanaman bibit pohon dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan di lokasi yang telah ditambang.
"Jadi ketika sudah selesai tambang, bibit-bibit pohon itu mulai membesar," katanya.
Ia mengungkapkan, pengawasan terhadap penambangan bauksit di Pulau Bintan juga masih lemah sehingga berbagai permasalahan muncul akibat penambangan. Permasalahan yang sering terjadi selain lingkungan adalah dana kompensasi terhadap masyarakat, royalty dan sengketa lahan.
Peran pemerintah, lembaga sosial kemasyarakatan dan wartawan harus ditingkatkan agar pengusaha tambang taat terhadap ketentuan yang berlaku.
"Saya selalu melibatkan lembaga swadaya masyarakat yang fokus terhadap permasalahan lingkungan untuk bersama-sama melaksanakan penghijauan di area penambangan. Berapa dana yang dibutuhkan untuk menanam bibit pohon, saya siapkan," ungkapnya.
Alias Wello yang merupakan satu-satunya pengusaha bauksit di Kalimantan Tengah yang menggugat Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7/2012 ke Mahkamah Agung, mengatakan, setelah pengusaha dilarang ekspor bauksit, lahan-lahan bekas penambangan seolah menjadi tidak berguna.
Lahan yang memiliki potensi bauksit merupakan kekayaan alam di Pulau Bintan. Potensi bauksit dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika dikelola dengan baik.
Investasi dibidang penambangan bauksit juga dapat menambah pendapatan daerah jika pemerintah dan pengusaha melaksanakan ketentuan secara maksimal.
"Kebijakan penghentian penambangan bauksit berdasarkan Permen ESDM 7/2012 kurang efektif, karena daerah tanpa investasi menjadi lambat berkembang. Tetapi investasi harus dikelola oleh pemerintah dengan benar, adil dan tegas sehingga tidak merugikan masyarakat dan daerah," katanya. (KR-NP/B012)
Editor: Rusdianto
Komentar