Batam (ANTARA) - Komisi VII DPR RI menilai ada potensi besar untuk pengembangan industri perawatan pesawat atau Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) di Batam, Kepulaaun Riau (Kepri), khususnya melalui fasilitas Batam Aero Technic (BAT).
Wakil Ketua Komisi VII selaku Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Chusnunia Chalim menyebut kebutuhan pesawat di Indonesia yang mencapai lebih dari 700 unit membuka ruang besar bagi tumbuhnya industri MRO.
“Inilah Batam Aero Technic menjadi harapan untuk berkembangnya industri nasional sebagai bengkel pesawat. Ini menjadi kebanggaan sendiri, karena selain merawat pesawat lokal, BAT juga sudah mendapatkan kepercayaan signifikan dari negara tetangga,” ujarnya di Batam, Jumat.
Baca juga: Di Batam, Komisi VII DPR dorong regulasi aviasi lebih kompetitif untuk industri MRO
Chusnunia menegaskan bahwa kepercayaan internasional terhadap BAT terus meningkat, terlihat dari bertambahnya volume pekerjaan pesawat dari negara-negara tetangga.
“Selain menangani pesawat lokal, kita sudah bisa mendapatkan kursi internasional yang sangat membanggakan. Kita tentu berharap posisi strategis Batam Aero Technic ini bisa terus kita dukung bersama agar daya saingnya semakin kuat,” katanya.
Dari aspek kualitas, ia menilai BAT telah mampu memenuhi standar internasional. Sebagai informasi, pelaku MRO yang merupakan anak perusahaan Lion Air Group itu, telah mendapatkan klien dari maskapai dari Filipina dan India.
Sementara itu, Direktur Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian RI Junadi Marki menyampaikan bahwa industri MRO harus diperkuat seiring meningkatnya penggunaan pesawat di Indonesia.
Baca juga: Telkomsel hadirkan kompetisi film pendek melalui MAXStream Studios
“Kita melihat ada perkembangan pesat di industri ini dan pentingnya untuk menginvestasi ke fasilitas MRO. Sejalan dengan penambahan penggunaan pesawat di Indonesia, harus ada fasilitas perawatannya,” kata dia.
Namun, ia menyoroti beberapa permasalahan dalam industri tersebut yang bersangkutan dengan tarif dan ketersedian suku cadang.
“Sebenarnya untuk MRO pesawat, perlu ada perlakuan terkait tarif. Batam memang FTZ (Free Trade Zone), tapi ketika komponennya dipasang di pesawat komersial yang keluar dari FTZ, tetap ada biaya yang harus dibayar. Akhirnya jadi ada biaya tambahan untuk pelaku MRO-nya,” katanya.
“Ketersediaan spare part masih agak sulit, dan itu memperlambat kualitas pengerjaan. Jadi selain penambahan biaya karena pajak yang belum ramping, ketersediaan suku cadang juga menjadi tantangan,” tambah dia.
Junadi menyebut ada dua gagasan yang akan didorong bersama DPR yakni penyempurnaan kebijakan tarif agar lebih mendukung industri MRO, serta memastikan ketersediaan suku cadang di dalam negeri agar proses perawatan menjadi lebih efisien.
Baca juga:
DPRD Batam dorong sektor aviasi jadi motor ekonomi baru
DPRD Batam sahkan perda APBD 2026 senilai Rp 4,2 triliun
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Komisi VII DPR nilai ada potensi besar industri MRO pesawat di Batam

Komentar