Pakar Hukum Lingkungan UGM beri tiga saran untuk Batam

id ugm, atb

Pakar Hukum Lingkungan UGM beri tiga saran untuk Batam

Tangkapan udara Dam Baloi yang tak bisa lagi digunakan karena pertumbuhan penduduk di area tangkapan air tak terkendali. (Ist)

Harus tetap ada keseimbangan dan keserasian
Batam (ANTARA) - Pakar Hukum Lingkungan Universitas Gajah Mada (UGM) Harry Supriyono menyarankan tiga langkah yang harus dilakukan Kota Batam dalam mengatasi dinamika yang sejalan terhadap beban lingkungan di wilayah setempat.

 "Ada tiga saran. Pertama, Otoritas setempat sudah saatnya melakukan audit lingkungan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis sebagai evaluasi rencana tata ruang," kata dia kepada Antara di Batam, Kamis.

Kemudian melakukan audit perizinan yang ternyata tidak sesuai kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

Dan yang terakhir, melakukan penegakan hukum lingkungan baik preventif dan represif sesuai amanat UU No 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara konsisten dan berlanjut.

Lebih lanjut ia menyatakan, pembangunan ekonomi di Batam saat ini tidak boleh dipisahkan dengan pembangunan ekologi yang mengacu kepada konsep strategi yang telah diberikan kepada UU, dan tidak bisa dipisahkan.

"Jika tidak dilaksanakan, maka daya dukung dan tampung akan berpotensi tergerus hingga mengakibatkan daya saing kawasan yang juga menurun," katanya.

Ia mengungkapkan, ketika dibangun 30 tahun lalu, tata ruang Kota Batam sudah di desain berdasarkan kemampuan lingkungan pada saat itu, tentu dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Namun dalam perjalanannya, perkembangan penduduk aktifitas ekonomi bisa menyebabkan daya dukung lingkungan menjadi turun.

Hal ini lanjut dia harus menjadi perhatian para pengambil kebijakan di daerah. Arah kebijakan tidak boleh lepas dari konsep pembangunan berkelanjutan, dan jangan sampai mengorbankan lingkungan.

“Harus tetap ada keseimbangan dan keserasian,” kata Harry.

Harry menambahkan, Kota Batam saat ini tidak memiliki sumber air baku selain dari hujan yang ditampung di waduk-waduk. Hutan menjadi salah satu alternatif yang memiliki peran strategis untuk mengatur curah hujan dan menjaga kualitas waduk dari sedimentasi.

Dalam PP Nomor 13 tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Nasional menyebutkan, luas hutan lindung untuk wilayah Sumatera minimal harus mencapai 40 persen dari luas wilayah. Dilain pihak, UU Penataan Ruang menyebutkan Ruang Terbuka Hijau  mininal 30 persen dari luas wilayah.

"Untuk mendukung proses itu, maka kuantitas hutan yang ada di Batam juga harus mencukupi," tegasnya.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE