Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Kantor Bahasa Kepulauan Riau melakukan konservasi Sastra Hikayat Nur Muhammad di Desa Musai, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau.
“Konservasi merupakan upaya pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan, pengawetan, dan pelestarian,” ujar Kepala Kantor Bahasa Kepri, Asep Juanda, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Hikayat Nur Muhammad ini diperkirakan sudah wujud di Lingga sejak zaman Kesultanan Melayu Riau-Johor-Pahang-Lingga (1828—1911 M), yang berkedudukan di Daik, Lingga.
Hikayat itu merupakan salah satu tradisi di bidang keagamaan yang mengisahkan mulai dari kelahiran hingga wafatnya Nabi Muhammad serta aktivitas yang dilakukannya. Biasanya hikayat yang telah menjadi tradisi itu dilakukan pada acara Maulid Nabi untuk memperingati kelahiran.
Seiring perkembangan zaman dengan kuatnya pengaruh globalisasi dan teknologi informasi, tradisi itu sudah tidak dilakukan lagi sejak lima puluh tahun terakhir. Padahal tradisi itu merupakan salah satu kekayaan khazanah bangsa yang bersesuaian dengan kultur masyarakat pendukungnya.
Berdasarkan hal tersebut, Kantor Bahasa Kepulauan Riau berupaya melakukan upaya penyelamatan dengan melakukan kegiatan konservasi sekaligus menjadikan sebagai model pembelajaran sastra, ujar Asep Juanda.
Langkah yang dilakukan dalam upaya konservasi tersebut yakni mengadakan kajian akademis dalam bentuk tertulis, mengadakan pembelajaran kepada generasi muda, juga dalam bentuk perekaman.
"Setelah pemelajar menguasai materi yang diajarkan, selanjutnya diadakan penampilan yang menampilkan para pemelajar yang didampingi maestro (narasumber). Kegiatan penampilan ini diadakan di tengah masyarakat pendukungnya, yaitu di desa Musai, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau,” tambah dia.
Hasil pembelajaran dan perekaman dijadikan sebagai model pembelajaran sastra. Tahapan konservasi media pembelajaran sastra dilakukan dalam beberapa tahap yakni survei lapangan dan studi kelapangan (sudah berjalan), pembelajaran materi selama 10 kali pertemuan, tanggapan masyarakat pendukung terhadap Hikayat Nur Muhammad, dan penampilan.
“Dengan upaya ini, kami berharap Hikayat Nur Muhammad ini dapat terus lestari,” harap Asep.
Komentar