Natuna (ANTARA) - Nelayan Natuna mengaku masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Solar karena kelangkaan pasokan sejak awal tahun ini.
"Dulu kuota BBM bersubsidi kita dihitung per tahun, tahun ini per bulan, sekarang kami lagi didata, seperti apa keputusannya kami belum tau," kata Rudi, Nelayan Teluk Baruk, Sepempang, Bunguran Timur, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat.
Ia mengatakan saat ini nelayan mendapatkan kuota BBM bersubsidi tidak sesuai dengan kebutuhan.
"Kalau tahun lalu kita dibolehkan belanja BBM sesuai kebutuhan, tahun ini hanya dijatah empat jerigen sebulan, itu tidak cukup," kata dia.
Ia menjelaskan, kebutuhan solar tiap nelayan beragam, tergantung jenis alat tangkap dan waktu melaut.
"Jika kami hanya dijatah empat jerigen, satu jerigen 35 liter itu hanya cukup untuk melaut satu hari saja, sementara rata-rata kita melaut satu minggu," ungkap Rudi.
Sementara itu, Kepala Bagian Perekonomian dan SDM Setda Kabupaten Natuna, Wan Syarizal menyampaikan pemerintah daerah menanggapi serius terkait keluhan nelayan.
"Pada hari Rabu kemarin kita telah menghadiri pertemuan di komisi II DPRD Natuna terkait kelangkaan BBM subsidi solar nelayan, memang banyak hal yang perlu ditingkatkan, terkait penyaluran juga," kata Wan Syazali.
Pemerintah daerah melalui bupati, kata dia, mengimbau seluruh kapal nelayan wajib memiliki Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) agar dapat menghitung jumlah kuota BBM yang dibutuhkan nelayan Natuna.
"Nelayan kita masalahnya di situ, berdasarkan data hanya 50 persen memiliki TDKP, selebihnya belum. Karena itu kita buat surat edaran bupati agar tidak ada lagi nelayan kita yang tidak terdaftar," ungkap dia.
Ia juga membenarkan tahun ini ada pengurangan kuota BBM subsidi jenis Solar dibanding tahun sebelumnya.
Terkait hanya 50 persen nelayan Natuna memiliki TDKP, Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Natuna, Dedy Damhudy mengatakan pihaknya tidak memiliki kewenangan, melainkan di tingkat provinsi.
"Dinas Perikanan hanya fokus pada dua Kecamatan yaitu Kecamatan Bunguran Timur dan Bunguran Timur Laut saja. Kenapa, karena kita dulu ada pelaksana tugas di kecamatan-kecamatan, namun sejak diterbitkan Undang-undang nomor 23 tahun 2014, maka beralih ke Propinsi. UPTD di kecamatan tidak ada lagi," kata Dedy.
Komentar