Melihat kedudukan Polri di bawah Presiden dalam kasus pembunuhan Brigadir J

id Reformasi polri, Polri di bawah kementerian, Polri di bawah Presiden, brigadir j Oleh Sisno Adiwinoto*)

Melihat kedudukan Polri di bawah Presiden dalam kasus pembunuhan Brigadir J

Ilustrasi - Logo Polri. (ANTARA/HO.)

Sesungguhnya kedudukan Polri di bawah Presiden seperti sekarang ini adalah hasil perjuangan reformasi dan perwujudan dari Demokrasi Pancasila. Jadi, bukan karena peristiwa pembunuhan pada Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J lantas dijadikan jalan menuju reformasi Polri.

Peristiwa pembunuhan dengan “Skenario Sambo yang dibantu Fahmi” merupakan skenario kebohongan konyol yang membodohi kita semua yang sudah dibongkar oleh tim khusus yang dibentuk Kapolri. Masa skenario bohong itu mau dijadikan “naskah akademi” oleh segelintir pihak untuk mereformasi Polri?

Perlu kita sadari bahwa memaksakan Polri di bawah kementerian, bisa menjadi suatu kemunduran nasional, serta menjauhkan Polri dari Presiden dan NKRI.

Masih adanya upaya segelintir pihak yang mencoba membawa Polri “dijauhkan” dari Presiden dan NKRI pada dasarnya hanya akan mendorong Polri untuk didomestikasi sehingga gerak dan pelayanan Polri untuk menjaga keamanan dalam negeri, menegakkan hukum dan memberikan pelayanan publik di bidang keamanan secara langsung untuk bisa dengan cepat dan bermakna tentu akan menjadi berliku dan terhambat. Bisa kita bayangkan, misalnya, apabila dalam situasi COVID-19 yang menggelora beberapa waktu yang lalu, bila Polri di bawah salah satu kementerian, tentu tidak bisa sesigap dan bergerak cepat seperti sekarang ini.

Sejak Era Reformasi yang telah mengubah status polisi dari militer menjadi sipil, dampak nasionalnya telah memberikan kemajuan yang pesat bagi Polri dan kiprahnya dalam menjaga keamanan NKRI semakin humanis dan demokratis.

Keinginan segelintir pihak yang mendorong Polri di bawah kementerian, di mana harus mengubah konstitusi dan undang-undang, akan menguras energi dan potensi bangsa dan negara. Padahal adanya hasrat segelintir pihak yang menginginkan Polri di bawah kementerian yang nantinya akan menaungi Polri dan juga agar dibentuk Dewan Keamanan Nasional asumsinya hanya agar Polri jangan sendirian merencanakan dan melakukan trajektori serta melakukan tindakan operasionalnya.

Hal ini bisa membuat rantai kerja Polri menjadi lebih panjang dan akan membuat proses pengambilan keputusan strategis operasional menjadi lambat. Belum lagi kedudukan Polri hanya merupakan perangkat eksekutif saja dan di bawah pejabat politik, sementara kedudukan Polri di bawah Presiden sebagai kepala negara menempatkan Polri sebagai perangkat eksekutif dan yudikatif, berarti sekaligus menjadi pemelihara keamanan, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.

Dalam perkembangan lingkungan strategis sekarang ini, di mana dunia menjadi lebih terbuka, ancaman bagi NKRI semakin beragam. Dinamika internal, seperti tuntutan berekspresi dan tekanan kelompok-kelompok dominan terhadap kelompok marginal semakin kuat. Di sini peran Polri sebagai pemelihara, penjaga, pengawal tertib sosial dan penegak hukum justru semakin memerlukan tindakan yang cepat dan tepat.

Polri itu tidak boleh diintervensi oleh kekuasaan lain, karena statusnya adalah institusi penegak hukum, sama seperti Mahkamah Agung (Kehakiman) dan Kejaksaan Agung (Jaksa).

Bila secara politis Polri didorong menjadi subordinasi suatu kementerian, maka secara nasional beberapa dimensi nasional akan mengalami kemunduran, terutama sektor ekonomi, keamanan dan ancaman terhadap keamanan negara semakin tidak terkendali, termasuk potensi keresahan sosial yang meluas, konflik SARA dan ancaman mayoritas terhadap minoritas, berkembangnya kartel narkotika semakin terbuka.

Polri akan kehilangan elemen vitalnya, menjadi birokrasi yang lambat dan potensi akan diintervensi dalam kontestasi politik yang terus menerus memperebutkan kekuasaan.

Justru Polri ini seharusnya dibesarkan lagi karena untuk melayani, mengayomi dan melindungi seluruh masyarakat Indonesia di satu sisi, tetapi juga diberi wewenang untuk bertindak pada sisi yang lain yang akan dibatasi. Menempatkan posisi Polri di bawah kementerian adalah wacana yang jauh dari pilihan ideal.

Penempatan organisasi Polri di bawah Presiden sekarang ini, sudah sesuai dengan: (a) konstitusi, yaitu UUD 1945; (b) sebagai negara hukum harus mengikuti aturan Ketetapan MPR Nomor VII Tahun 2000, dan (c) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.

Argumentasi untuk melihat perlunya fungsi kepolisian di sebuah negara tidak cukup hanya terbatas pada pendekatan politik atau sistem kenegaraan saja.

Sebagai alat negara, Polri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden selaku kepala negara (head of state). Oleh karenanya usulan menempatkan organisasi Polri harus berada di bawah kementerian adalah pemikiran yang inkonstitusional dan mengingkari Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum dan tidak dipahaminya prinsip-prinsip dasar yang menjadi konsekuensinya, yaitu:

Pertama, Polri yang menjalankan tugas-wewenang administrasi di bidang ketertiban sosial, keamanan dan ketertiban umum sebagai bagian dari Kekuasaan Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum, khususnya kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara.

Kedua, sistem administrasi kepolisian di semua negara terkait dengan sistem administrasi negara, sistem peradilan pidana, dan sistem keamanan negara dari negara tersebut adalah saling memperkuat.

Ketiga, dengan penempatan Polri di bawah Presiden, memungkinkan Kapolri untuk ikut dalam Sidang Kabinet agar situasi dapat secara langsung mengikuti perkembangan situasi nasional sehingga dapat bertindak cepat dalam mengatasi setiap masalah aktual dan strategis.

Keempat, sistem kepolisian yang bersifat terpusat dan berada di bawah langsung perintah presiden merupakan pilihan yang terbaik dalam dinamika demokrasi yang belum terlalu matang, seperti di Indonesia, dengan karakter kebangsaan yang multietnis, multikultural, multireligius dan kepulauan yang banyak.

Kelima, dalam format administrasi negara yang memberikan porsi terbesar pada otonomi daerah, maka sistem kepolisian yang terpusat dan solid sangat membantu presiden mengendalikan dan mengontrol perkembangan daerah yang tidak terlalu selaras dengan dinamika daerah lain.

Keenam, kedudukan Polri dalam sistem ketatanegaraan yang berada di bawah presiden, memiliki makna bahwa Polri sebagai perangkat pemerintah pusat yang lingkup wewenangnya meliputi seluruh wilayah Indonesia.

Ketujuh, format antisipasi Polri terhadap makna otonomi daerah dapat diperinci, antara lain menyangkut aspek sharing of power sebagai sebuah negara maupun checks and ballances dalam proses pelimpahan wewenang dan pembagian kekuasaan.

Kedelapan, UUD 1945, TAP MPR No. VII/MPR/2000, maupun UU No. 2 Tahun 2002 menegaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum secara nasional.

Polri yang mandiri dan profesional (tidak perlu di bawah kementerian) sudah punya Grand Strategi Polri 2005-2025 dan menyiapkan Grand Strategi Polri 2026-2045 yang memuat bagaimana membangun citra Polri dalam masyarakat dengan berbagai pilihan strategis, yaitu:

1. Mempertahankan pelaksanaan praktik penegakan hukum yang transparan dan akuntabel.

2. Segera membangun sistem kajian dan think-thank yang independen dan kuat yang dapat menyokong pemikiran dan pilihan strategi pengembangan Polri di masa mendatang.

3. Membangun kepercayaan publik dan merebut simpati warga. Pemimpin Polri maupun kepala satwil sampai yang paling rendah, harus mampu membangun sistem dan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan kepercayaan publik dan merebut simpati warga.

4. Meningkatkan kapasitas dan keterkaitan bahan pendidikan untuk sumber personil Polri, mulai dari AKPOL-STIK/PTIK-Sempimti dan SPN-STUKPA serta Sumber Sarjana.

5. Perbaikan Postur Anggaran Polri. Polisi yang dapat menarik simpati rakyat adalah mereka yang menghendaki Polri yang profesional dan menjunjung etika.

6. Peningkatan kemampuan pemeliharaan keamanan dalam negeri.

7. Meningkatkan kerja sama kepolisian regional ASEAN dan internasional.

Semoga bermanfaat dan tidak ada lagi pihak yang ingin mendorong Polri di bawah kementerian, sesuatu yang sudah final Polri di bawah Presiden.

*) Irjen Pol (Purn) Drs Sisno Adiwinoto MM adalah pengamat kepolisian, Penasihat ISPPI, Penasihat KBPP Polri, Ketua Penasihat Ahli Kapolri.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kedudukan Polri di bawah Presiden sudah final



Keterangan : Isi dan maksud tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE