Tanjungpinang (ANTARA) - BMKG menyatakan ketersediaan air tanah di Pulau Bintan, meliputi Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), masih cukup di tengah ancaman kekeringan dipicu musim kemarau di daerah tersebut.
"Potensi kekeringan pasti ada, tapi dari hasil analisis BMKG, ketersediaan air tanah di Pulau Bintan tidak begitu memprihatinkan," kata forecaster BMKG Tanjungpinang-Bintan, Denov, Sabtu.
Ia menyebutkan Pulau Bintan sebenarnya termasuk wilayah di Indonesia yang tidak dilanda musim kemarau, karena memiliki pola ekuatorial yaitu hanya mempunyai satu musim sahaja sepanjang tahun, musim hujan.
Baca juga: BP3MI Kepri imbau masyarakat tidak bekerja di luar negeri tanpa surat resmi
Namun demikian, katanya, Pulau Bintan tetap berpotensi terdampak berkurangnya curah hujan atau hujan tidak sebanyak biasanya akibat kemarau. Berdasarkan data yang telah diolah BMKG, kemungkinan dapat terjadi hingga bulan September 2023.
Oleh karena berkurangnya curah hujan di Pulau Bintan, maka BMKG mengimbau masyarakat dapat menggunakan air dengan bijak dan hemat guna mengantisipasi terjadinya krisis air.
Kemudian, warga juga disarankan mulai menampung sekaligus menyimpan air apabila curah hujan terjadi di daerah tersebut.
Baca juga: PLN Batam sigap pulihkan gangguan pembangkit swasta
"Jangan membakar sampah sembarangan saat musim kemarau untuk mencegah hotspot atau titik panas yang diindikasikan sebagai lokasi kebakaran hutan dan lahan," ujar Denov.
Provinsi Kepri pada umumnya berpotensi kemarau cukup panjang di Kabupaten Natuna dan Anambas.
Sesuai prediksi BMKG, kedua pulau terluar Indonesia tersebut mengalami musim kemarau mulai Juni hingga September 2023.
"Puncak kemarau diperkirakan September, sehingga pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah antisipasi mengatasi dampak kekeringan air hingga kebakaran hutan dan lahan," demikian Denov.
Baca juga:
163 PMI non prosedural dideportasi dari Malaysia hari ini
Satgas beri protein hewani untuk anak risiko stunting di Kepri
Komentar