Lukas Enembe: Saya difitnah, dizalimi
Jakarta (ANTARA) - Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe mengatakan merasa difitnah, dizalimi, dan dimiskinkan oleh KPK dalam perkara dugaan penerimaan suap dan gratifikasi yang menjeratnya.
"Untuk rakyatku Papua di mana saja berada. Saya, gubernur yang Anda pilih untuk 2 periode, saya kepala adat, saya difitnah, saya dizalimi, dan saya dimiskinkan. Saya, Lukas Enembe tidak pernah merampok uang negara, tidak pernah menerima suap, tetapi tetap saja KPK menggiring opini publik, seolah-olah saya penjahat besar," kata Penasihat Hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Sidang pembacaan dakwaan tersebut dihadiri langsung oleh Lukas Enembe yang didampingi salah seorang penasihat hukumnya Petrus Bala Pattyona di kursi terdakwa karena Lukas tidak dapat berbicara dengan lancar akibat sakit stroke yang dideritanya.
"Saya dituduh penjudi, sekalipun bila memang benar, hal itu merupakan tindak pidana umum, bukan KPK yang mempunyai kuasa untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus judi," tambah Petrus.
Petrus menyebut Lukas mengalami stroke sampai 4 kali, ia juga menderita diabetes.
"Sebelum ditahan, diabetes saya berada di stadium empat dan setelah ditahan menjadi stadium lima, saya juga menderita penyakit hepatitis B, darah tinggi, jantung, dan banyak komplikasi penyakit dalam lainnya dan pemeriksaan terakhir dokter RSPAD menyatakan fungsi ginjal saya tinggal 8 persen," ungkap Petrus.
Saat penyerahan berkas penyidikan tahap kedua pada 12 Mei 2023, Petrus menyebut tensi darah Lukas mencapai angka 180 sehingga dokter KPK menganjurkan pemeriksaan penyerahan tahap dua dihentikan dan benar dihentikan tanpa Lukas menandatangani dokumen.
"Seandainya saya mati, pasti yang membunuh saya adalah KPK, dan saya sebagai kepala adat, akan menyebabkan rakyat Papua menjadi marah dan kecewa berat terhadap KPK sebagai penyebab kematian saya," ungkap Lukas.
Selanjutnya Petrus menyebut sangkaan suap Rp1 miliar yang kemudian dalam dakwaan membengkak menjadi puluhan miliar rupiah menyebabkan seluruh kekayaan Lukas disita dan tabungannya.
"Belum cukup dengan sita uang saya, uang isteri dan anak saya pun disita. Padahal dalam BAP saya, telah saya tegaskan bahwa uang Rp1 miliar itu adalah uang pribadi saya, bukan uang suap atau gratifikasi. Hal yang sama di bawah sumpah saya jelaskan ketika menjadi saksi 16 Mei dalam sidang Rijatono Lakka," ungkap Petrus.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Lukas Enembe menyampaikan protes saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan surat dakwaan dugaan penerimaan suap senilai Rp45.843.485.350 dan gratifikasi sebanyak Rp1 miliar
"Woi dari mana 45? Tidak benar!" kata Lukas Enembe saat duduk di kursi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Sebelumnya, JPU KPK Wawan Yunarwanto mengatakan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua Periode 2013-2018 dan 2018-2023 bersama-sama dengan Mikael Kambuaya selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua Tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataaan Ruang (PUPR) Papua Tahun 2018-2021 menerima hadiah seluruhnya Rp45.843.485.350.
"Jaksa tipu-tipu ini, tidak benar semuanya," tambah Lukas.
Atas selaan Lukas tersebut, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Ponto berusaha menenangkan Lukas.
"Sebentar sebentar saudara, jangan ganggu jalannya persidangan, nanti ada waktunya. Ini kan beri kesempatan ke penuntut umum untuk membacakan dakwaannya. Nanti setelah itu baru saudara bisa, saudara harus ikuti proses persidangan," kata Rianto.
Rianto mengatakan Lukas akan diberikan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu namun tidak boleh mengganggu pembacaan dakwaan.
"Jangan diganggu penuntut umum untuk membacakan dakwaannya, nanti setelah itu majelis hakim memberikan kesempatan kepada saudara apakah keberatan terhadap dakwaan ini. Kita saling menghargai Pak, tolong hargai kami untuk memimpin persidangan, jangan dipotong dulu, tenang dulu, tenang," tambah Rianto.
"Dakwaan tidak benar," kata Lukas.
Namun Lukas dalam eksepsinya menyebut agak pesimistis terhadap pemeriksaannya di pengadilan karena rata-rata tuntutan hanya "copypaste" dakwaan dan mengenyampingkan fakta yang terungkap di persidangan.
"Karena katanya hakim takut memutus tidak sesuai dengan kehendak KPK dan hakim takut bila tidak menuruti kemauan KPK, maka hakim akan ditelusuri riwayat harta kekayaan hakim, hakim akan menjadi korban hoaks, korban fitnah," tambah Petrus.
Dalam akhir eksepsinya, mewakili Lukas, Petrus memohon agar seluruh rakyat Papua tetap tenang.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Lukas Enembe: Saya difitnah, dizalimi, dan dimiskinkan
"Untuk rakyatku Papua di mana saja berada. Saya, gubernur yang Anda pilih untuk 2 periode, saya kepala adat, saya difitnah, saya dizalimi, dan saya dimiskinkan. Saya, Lukas Enembe tidak pernah merampok uang negara, tidak pernah menerima suap, tetapi tetap saja KPK menggiring opini publik, seolah-olah saya penjahat besar," kata Penasihat Hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Sidang pembacaan dakwaan tersebut dihadiri langsung oleh Lukas Enembe yang didampingi salah seorang penasihat hukumnya Petrus Bala Pattyona di kursi terdakwa karena Lukas tidak dapat berbicara dengan lancar akibat sakit stroke yang dideritanya.
"Saya dituduh penjudi, sekalipun bila memang benar, hal itu merupakan tindak pidana umum, bukan KPK yang mempunyai kuasa untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus judi," tambah Petrus.
Petrus menyebut Lukas mengalami stroke sampai 4 kali, ia juga menderita diabetes.
"Sebelum ditahan, diabetes saya berada di stadium empat dan setelah ditahan menjadi stadium lima, saya juga menderita penyakit hepatitis B, darah tinggi, jantung, dan banyak komplikasi penyakit dalam lainnya dan pemeriksaan terakhir dokter RSPAD menyatakan fungsi ginjal saya tinggal 8 persen," ungkap Petrus.
Saat penyerahan berkas penyidikan tahap kedua pada 12 Mei 2023, Petrus menyebut tensi darah Lukas mencapai angka 180 sehingga dokter KPK menganjurkan pemeriksaan penyerahan tahap dua dihentikan dan benar dihentikan tanpa Lukas menandatangani dokumen.
"Seandainya saya mati, pasti yang membunuh saya adalah KPK, dan saya sebagai kepala adat, akan menyebabkan rakyat Papua menjadi marah dan kecewa berat terhadap KPK sebagai penyebab kematian saya," ungkap Lukas.
Selanjutnya Petrus menyebut sangkaan suap Rp1 miliar yang kemudian dalam dakwaan membengkak menjadi puluhan miliar rupiah menyebabkan seluruh kekayaan Lukas disita dan tabungannya.
"Belum cukup dengan sita uang saya, uang isteri dan anak saya pun disita. Padahal dalam BAP saya, telah saya tegaskan bahwa uang Rp1 miliar itu adalah uang pribadi saya, bukan uang suap atau gratifikasi. Hal yang sama di bawah sumpah saya jelaskan ketika menjadi saksi 16 Mei dalam sidang Rijatono Lakka," ungkap Petrus.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Lukas Enembe menyampaikan protes saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan surat dakwaan dugaan penerimaan suap senilai Rp45.843.485.350 dan gratifikasi sebanyak Rp1 miliar
"Woi dari mana 45? Tidak benar!" kata Lukas Enembe saat duduk di kursi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Sebelumnya, JPU KPK Wawan Yunarwanto mengatakan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua Periode 2013-2018 dan 2018-2023 bersama-sama dengan Mikael Kambuaya selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua Tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataaan Ruang (PUPR) Papua Tahun 2018-2021 menerima hadiah seluruhnya Rp45.843.485.350.
"Jaksa tipu-tipu ini, tidak benar semuanya," tambah Lukas.
Atas selaan Lukas tersebut, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Ponto berusaha menenangkan Lukas.
"Sebentar sebentar saudara, jangan ganggu jalannya persidangan, nanti ada waktunya. Ini kan beri kesempatan ke penuntut umum untuk membacakan dakwaannya. Nanti setelah itu baru saudara bisa, saudara harus ikuti proses persidangan," kata Rianto.
Rianto mengatakan Lukas akan diberikan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu namun tidak boleh mengganggu pembacaan dakwaan.
"Jangan diganggu penuntut umum untuk membacakan dakwaannya, nanti setelah itu majelis hakim memberikan kesempatan kepada saudara apakah keberatan terhadap dakwaan ini. Kita saling menghargai Pak, tolong hargai kami untuk memimpin persidangan, jangan dipotong dulu, tenang dulu, tenang," tambah Rianto.
"Dakwaan tidak benar," kata Lukas.
Namun Lukas dalam eksepsinya menyebut agak pesimistis terhadap pemeriksaannya di pengadilan karena rata-rata tuntutan hanya "copypaste" dakwaan dan mengenyampingkan fakta yang terungkap di persidangan.
"Karena katanya hakim takut memutus tidak sesuai dengan kehendak KPK dan hakim takut bila tidak menuruti kemauan KPK, maka hakim akan ditelusuri riwayat harta kekayaan hakim, hakim akan menjadi korban hoaks, korban fitnah," tambah Petrus.
Dalam akhir eksepsinya, mewakili Lukas, Petrus memohon agar seluruh rakyat Papua tetap tenang.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Lukas Enembe: Saya difitnah, dizalimi, dan dimiskinkan
Komentar