Batam (ANTARA Kepri) - Memutuskan perkara bukan hal mudah, butuh keahlian dan kejernihan hati, karena keputusan adalah kebenaran di mata hukum, kata hakim Pengadilan Negeri Batam, Thomas Tarigan, yang juga menjadi humas lembaga penegak hukum tersebut.
Bagi pria bersahaja kelahiran Karo 13 Januari 1968 itu, beban tugas sebagai humas juga memberikan keuntungan dalam menangani kasus.
"Saya jadi banyak belajar. Selain agar keputusan sesuai dengan kasus yang disangkakan, juga belajar agar bisa memberikan informasi bagi para pewarta yang selalu menunggu perkembangan kasus-kasus di pengadilan," kata pria yang memiliki tiga anak tersebut.
Lulusan S1 Universitas Sumatera Utara itu mengatakan hal tersebut yang memotivasi dirinya untuk menjadi lebih baik lagi.
"Jadi banyak kesempatan untuk mempelajari kasus di persidangan, kalau tidak bagaimana bisa memberikan informasi yang dibutuhkan para pewarta di pengadilan?," kata pria yang menempuh S2 bidang hukum di Universitas Sebelas Maret, Surakarta tersebut.
Pria yang sudah bertugas di beberapa pengadilan tersebut mengatakan profesi hakim adalah profesi mulia jika dilaksanakan sesuai dengan koridornya.
"Semua ada kode etik, ada undang-undang yang harus dipatuhi. Jika semua dijalankan dengan benar, profesi ini merupakan ibadah," kata mantan hakim PN Wonogiri, Jawa Tengah selama empat tahun tersebut.
Pria berbadan relatif kurus yang menyelesaikan sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara Medan dan S2 di Universitas Sebelas Maret Surakarta tersebut menyatakan media merupakan patner yang harus saling mendukung terutama untuk memantau jalannya persidangan agar tidak melenceng dari hukum.
Tanpa pantauan dari media, kata dia, bisa saja jalannya peradilan melenceng bila hakim dan komponen lain di pengadilan tidak memiliki idialisme untuk memperjuangkan kebenaran.
Ia mengatakan, meski di Batam kasus pencurian mendominasi namun banyak kasus lain yang jarang terjadi di tempat ia bertugas sebelumnya.
"Di sini banyak kasus sengketa lahan yang karakteristiknya berbeda dengan di daerah lain. Di sini orang tidak memiliki surat-surat tanah, tapi mengklaim memiliki lahan dan ketika pemegang alokasi lahan ingin membangun dikassuskan di pengadilan dengan dalih sudah berada di tempat tersebut sangat lama," kata Thomas.(Antara)
Editor: Dedi
Komentar