RUU Ciptaker harus akomodir hak penyandang disabilitas

id Partai Demokrat,RUU Ciptaker

RUU Ciptaker harus akomodir hak penyandang disabilitas

Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) didampingi Menteri Sosial Juliari P. Batubara (kiri) menandatangani poster undang-undang tentang disabilitas saat peringatan Hari Disabilitas Internasional di Plaza Barat Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (3/12/2019). Peringatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang disabilitas, menghilangkan stigma terhadap penyandang disabilitas, memberikan dukungan untuk meningkatkan kemampuan serta kesejahteraan difabel. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/ama.

Jakarta (ANTARA) - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Ingrid Kansil menilai Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) harus mengakomodir hak-hak penyandang disabilitas yang telah diamanahkan dalam UU nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Dia menilai yang perlu menjadi perhatian adalah belum adanya pasal yang secara jelas mengatur tentang pekerja disabilitas dalam RUU Ciptaker.

"Hal tersebut perlu menjadi perhatian kita semua karena pada Bab IV tentang Ketenagakerjaan pada RUU Cipta Kerja, tidak secara ekspilisit mengatur hak pekerja yang merupakan penyandang disabilitas. Tidak terdapat satu pasal pun dari ratusan pasal yang mengatur hak-hak para pekerja yang mengatur hak pekerja disabilitas," kata Ingrid dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan, dirinya sebagai salah satu politisi yang menjadi bagian dalam proses perumusan kebijakan tentang penyandang disabilitas, menyayangkan poin-poin tentang hak disabilitas tidak ada dalam RUU Ciptaker.

Karena itu dia mendorong pemerintah dan DPR RI untuk lebih peduli atas nasib serta kelangsungan hidup para penyandang disabilitas.

“Landasan hukumnya jelas, ada UU 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan pemerintah bertanggung jawab atas pemenuhan hak-hak pekerja disabilitas," ujarnya.

Dia mengatakan masyarakat menyadari bahwa hingga saat ini turunan kebijakan dari UU 8 tahun 2016 itu belum terlaksana sepenuhnya apalagi kaitannya dengan kuota penyandang disabilitas sebagai pekerja di sektor formal, masih minim jumlahnya.

Menurut dia, ada banyak alasan misalnya ketidakmampuan para penyandang disabilitas dalam memenuhi standarisasi pekerja sektor formal.

"Tapi sekarang balik lagi, apa pemerintah sudah memenuhi fasilitas penunjang sehingga kualitas pekerja disabilitas sesuai dengan standarisasi pekerja formal pada umumnya? Kan sekolah saja masih terbatas dan belum secara menyuluruh dapat memfasilitasi kebutuhan para penyandang disabilitas. Kenapa sekolah? Karena sekolah merupakan awal pembentukan skill bagi para penyandang disabilitas untuk menguasai cipta dan karya agar bisa mandiri kedepannya," katanya.

Ingrid menilai pada RUU Cipta Kerja secara general hanya beberapa pasal yang mengakomodir hak pekerja tanpa memasukkan hak pekerja disabilitas apalagi dijelaskan bahwa ada beberapa pasal tentang perlindungan bagi UMKM dan juga bagi para pekerja informal.

Menurut dia, melihat situasi saat ini, ketika mayoritas penyandang disabilitas merupakan pekerja sektor informal ataupun pelaku usaha UMKM, perlu diperhatikan juga nasib mereka.

"Jangan kemudian ketika para penyandang disabilitas meminta hak pendampingan usaha dan bantuan modal tidak dapat mengakses hal tersebut, karena di undang-undangnya tidak dicantumkan juga hak mereka sebagai penyandang disabilitas yang mendapatkan hak yang sama dengan pelaku usaha lainnya," ujarnya.
 

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE