Saat regenerasi kepemimpinan di Kepri terhalang konflik politik

id Ketika regenerasi kepemimpinan,Kepri,terhalang konflik politik,Pemilu, pemilu 2024, Ansar Ahmad, Muhammad rudi Oleh Nikolas Panama

Saat regenerasi kepemimpinan di Kepri terhalang konflik politik

Ansar Ahmad - Marlin Agustina didampingi pengurus partai Koalisi Golkar, NasDem dan PPP saat penetapan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri dalam Pilkada Kepri 2020. ANTARA/Nikolas Panama


Menyekat Demokrasi

Konflik politik tidak hanya mengusik pemerintahan dan bernilai negatif di tengah masyarakat, tetapi juga menghalangi proses demokrasi dalam pilkada.

Perseteruan politik yang terjadi setelah Pilkada Kepri tahun 2020 nyaris menyekat para politikus berbakat lainnya untuk mengambil bagian dalam pesta demokrasi berikutnya karena kalah populer. Secara politik, konflik yang disebarluaskan menguntungkan bagi para politikus yang terlibat di dalamnya karena setiap saat menjadi perbincangan publik.

Para politikus berbakat lainnya, yang duduk di kursi legislatif maupun memimpin di kabupaten dan kota di Kepri, sepertinya tidak mendapatkan ruang untuk populer akibat publikasi konflik politik yang terjadi antara Ansar dengan Rudi dan Marlin sebelum Pilkada Kepri 2024. Mereka jarang terpublikasi di media sosial akibat isu konflik politik itu lebih seksi dibanding pendapat soal lainnya.

Lama kelamaan, politik dikotomi itu menghalangi para politikus lainnya masuk ke arena Pilkada Kepri 2024. Sadar atau tidak sadar, popularitas Ansar, Rudi, dan Marlin makin meningkat seiring seringnya mereka dibicarakan publik.

Padahal di Kepri cukup banyak politikus berbakat, misalkan, mantan Gubernur Kepri Isdianto, mantan anggota DPRD Kepri tiga periode Suryani, anggota DPR RI Asman Abnur, Bupati Lingga Muhammad Nizar, Anggota DPD RI Dharma Setiawan, Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda, Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak, Wakil Ketua DPRD Kepri Rizky Faisal, Wakil Ketua DPRD Kepri Ketua Fraksi PDIP DPRD Kepri Lis Darmansyah, mantan Wakil Ketua DPRD Kepri Iskandarsyah, tokoh sentral pejuang pembentukan Kepri Huzrin Hood, dan mantan Wakil Gubernur Kepri Soerya Respationo.

Konflik politik yang terpelihara mengganggu penyelenggaraan demokrasi dalam pilkada. Demokrasi memberi hak yang luas bagi setiap orang untuk memilih dan dipilih dalam pilkada berdasarkan syarat yang diatur dalam perundangan.

Untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah yang diusung partai politik, faktor penentu adalah popularitas dan elektabilitas berdasarkan hasil survei. Popularitas menjadi bagian terpenting bagi para politisi apakah akan bertarung dalam pilkada atau tidak. Orang-orang yang populer akan lebih mudah mendapatkan perhatian publik untuk dipilih sebagai kepala daerah.

Apabila konflik politik antara Ansar dengan Rudi dan Marlin tidak surut hingga Pilkada Kepri 27 November 2024, bisa jadi kandidat kuat yang potensial muncul hanya Ansar dan Rudi. Hanya dua nama inilah yang menggembol popularitas tinggi, hasil dari publikasi intens atas konflik kedua di media sosial dan daring. Popularitas merupakan modal penting untuk meraih elektabilitas atau keterpilihan.
 

Keterangan : Isi dan maksud tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE