Karimun (ANTARA Kepri) - Wakil Ketua Komisi A DPRD Karimun Provinsi Kepulauan Riau Zulfikar meminta aparat penegak hukum mengusut penyebab kelangkaan solar bersubsidi yang dikeluhkan kalangan nelayan Kecamatan Buru.
"Kelangkaan solar bersubsidi untuk nelayan harus diusut tuntas. Jika penyalurannya terindikasi menyimpang, oknum pelakunya harus ditindak secara hukum," katanya di Gedung DPRD Karimun, Selasa.
Menurut Zulfikar solar bersubsidi untuk nelayan rentan diselewengkan karena pengawasannya tidak seketat di darat.
"Kalau di darat bisa diawasi 24 jam dalam sehari, tapi di laut sangat sulit apalagi praktik penyimpangan itu dilakukan dari kapal ke kapal. Kalau tidak ada kasus yang menonjol, akan sulit untuk mengetahui adanya penyalahgunaan BBM untuk kebutuhan nelayan itu," katanya.
Oknum pelaku penyimpangan solar untuk nelayan, menurut dia, bisa beraksi kapan saja, apalagi pada malam hari melalui pelabuhan-pelabuhan "tikus" di belakang rumah toko pinggir laut, mulai dari pantai Kota Tanjung Balai Karimun hingga Kecamatan Meral.
"Banyaknya pelabuhan 'tikus' rentan terjadinya penyimpangan BBM bersubsidi," katanya.
Zulfikar yang diusung Partai Hanura juga meminta dinas terkait agar lebih transparan menyampaikan alokasi solar bersubsidi maupun nonsubsidi dan pengalokasiannya.
"Sampai sekarang tidak diketahui secara jelas berapa kuota solar untuk industri. Pengamatan kami, kuota solar untuk industri seyogianya terus meningkat karena jumlah perusahaan yang beroperasi, terutama di kawasan perdagangan bebas terus bertambah. Jangan sampai solar untuk nelayan ternyata dijual untuk industri dan kapal-kapal yang tidak berhak menerimanya," ucapnya.
Dia juga meminta Pertamina untuk menghitung kembali kebutuhan solar untuk nelayan dan menampah agen yang dapat dijangkau oleh kalangan nelayan di pulau-pulau.
"Pengalokasian solar untuk nelayan harus merata dengan memperhatikan lokasi penjualan yang dapat dijangkau oleh nelayan," katanya.
Secara terpisah, Ketua Kelompok Masyarakat Pengawasan Nelayan Kecamatan Buru Ismail mengatakan ratusan nelayan di Kecamatan Buru masih kesulitan mendapatkan solar sejak tiga pekan lalu.
"Sampai sekarang kami sulit mendapatkan solar. Saya saja terpaksa berkebun karena tidak bisa ke laut akibat tidak ada solar," ucapnya.
Menurut Ismail, 80 persen bekerja sebagai nelayan. Ratusan kapal nelayan tradisional terpaksa bersandar di dermaga.
"Hanya sebagian kecil yang masih melaut karena menggunakan solar sisa-sisa pembelian sebelumnya," ucapnya.
Sementara itu, lanjut dia, untuk membeli solar di Tanjung Balai Karimun harganya cukup mahal mencapai Rp7.000 per liter, melebihi harga eceran tertinggi solar bersubsidi yang hanya Rp4.500 per liter.
"Nelayan kecil seperti kami mana sanggup untuk membeli solar seharga Rp7.000 per liter, per jerigen mencapai Rp210.000 isi 32 liter," ucapnya.
Dia mengharapkan pemerintah daerah segera mengatasi persoalan kelangkaan solar yang semakin menyulitkan nelayan.
"Kami sangat berharap sekali ada solusi dari pemerintah daerah, kalau tidak nasib kami makin terjepit. Kemana lagi kami harus mengadu kalau bukan kepada pemerintah," katanya.(KR-RDT/Z003)
Editor: Dedi
Berita Terkait
Satu calon haji Indragiri Hilir gagal jantung di rawat di RSBP Batam
Sabtu, 18 Mei 2024 20:18 Wib
Bupati Siak paparkan potensi peluang investasi di Batam
Sabtu, 18 Mei 2024 19:52 Wib
Legenda binaraga Indonesia, Levi Rumbewas meninggal dunia
Sabtu, 18 Mei 2024 16:52 Wib
Pemkot Batam uji coba parkir berlangganan untuk upaya peningkatkan PAD
Sabtu, 18 Mei 2024 15:34 Wib
Kemenkumham Kepri siap bangun zona integritas menuju wilayah bebas korupsi
Sabtu, 18 Mei 2024 12:50 Wib
3 calhaj Embarkasi Batam sembuh dan tunggu jadwal keberangkatan
Sabtu, 18 Mei 2024 8:34 Wib
Dinkes Tanjungpinang lanjutkan program layanan KB gratis hingga Juni 2024
Jumat, 17 Mei 2024 15:09 Wib
Polda Kepri periksa urine personel di Polres Kepulauan Anambas
Jumat, 17 Mei 2024 7:39 Wib
Komentar