Tanjungpinang (ANTARA) - Puluhan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Tanjungpinang - Bintan - Batam dilarang menggelar aksi di halaman Kantor Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Kamis.
Mereka dihadang oleh puluhan anggota kepolisian dan anggota Satpol Pamong Praja di persimpangan jalan masuk menuju Kantor Pemprov Kepri. Di lokasi itu juga ditutup dengan portal.
"Ini rumah rakyat, kenapa kami dilarang menyampaikan aspirasi. Seharusnya polisi dan Satpol PP tidak menghadang kami. Biarkan kami menyampaikan aspirasi terkait permasalahan pemerintahan yang dipimpin Nurdin Basirun," kata Ketua GMNI Tanjungpinang - Bintan, Kardoni Vernandes.
Pihak kepolisian juga mempertanyakan batu yang dibawa saat aksi. Andes menegaskan batu bauksit yang dibawa mahasiswa bukan untuk aksi anarkis, melainkan aksi teatrikal melawan pertambangan bauksit.
"Kalau tidak diijinkan bawa batu, tidak apa-apa. Tetapi jangan halangi kami masuk untuk menyampaikan aspirasi," katanya.
Awalnya, pihak kepolisian minta para aktivis menunggu selama 30 menit karena ada rapat di kantor pemerintahan. Namun setelah menunggu selama itu, para aktivis juga tidak diizinkan masuk.
"Kami sepertinya mau dibenturkan dengan aparat keamanan yang seharusnya mengawal jalannya aksi. Kami pilih mundur selangkah untuk maju beribu langkah dengan cara kami untuk kepentingan rakyat," tegasnya.
Andes mengemukakan jika tidak ada permasalahan, kata dia tidak mungkin mahasiswa menggelar aksi. Lagi pula aksi unjuk rasa ini sudah tiga kali dilakukan di Pemprov Kepri.
Dalam catatan GMNI, selama tiga tahun Nurdin Basirun memimpin Kepri, terdapat banyak permasalahan yang pada pemimpin sebelumnya tidak pernah terjadi, seperti pemaksaan pembangunan Jalan Lingkar Gurindam 12 yang menelan anggaran hampir setengah triliun rupiah, pengangguran yang mencapai 7 persen berdasarkan data BPS, pertambangan bauksit ilegal, pergantian pejabat yang menimbulkan isu "karimunisasi" dan permasalahan tunjangan profesi guru tahun 2018 yang belum dibayar.
"Berbagai kegiatan yang penting terpaksa ditunda atau dihapus karena anggaran selama dua tahun terakhir tersedot untuk proyek Gurindam 12 Tanjungpinang. Kami menduga imbasnya juga pada kesejahteraan guru," katanya.
Sementara terkait pertambangan bauksit, Andes menegaskan sanksi yang diberikan kepada Amjon berupa pemecatan sebagai Kadis ESDM Kepri dan Azman Taufik sebagai Kadis Kebudayaan (sebelumnya Kadis PTSP) bukan akhir dari kasus penyalahgunaan wewenang, melainkan awal pembuka jalan bahwa kedua pejabat itu telah melakukan kesalahan sehingga melahirkan pertambangan bauksit ilegal yang merusak lingkungan dan hutan.
"Kami mendukung KPK dan KLHK mengusut pertambangan bauksit ilegal itu hingga tuntas," tegasnya.
Sementara terkait pengangguran di Kepri, menurut dia Gubernur Nurdin Basirun semestinya tidak hanya sekadar wacana membuka lapangan kerja, melainkan harus memiliki rencana atau program kerja yang matang.
"Jangan suka berwacana saat jalan-jalan ke pulau-pulau," ujarnya.
Isu "karimunisasi" dalam pengisian jabatan di Pemprov Kepri juga mulai mencuat. Andes menegaskan isu itu tidak akan muncul bila proses perekrutan dilakukan secara benar, bukan sekadar formalitas. Contohnya, Pelaksana Tugas Dinas ESDM Kepri Hendri Kurniadi tidak memiliki pengalaman sebagai kepala dinas.
"Kalau Nurdin tidak mampu mengatasi permasalahan itu, sebaiknya mundur. Kepri harus dibangun oleh pemimpin yang jujur, berpendidikan, berintegritas, memiliki kemampuan intelektual, dan mampu bekerja profesional," katanya.
Lihat Video
Keterangan video: Aktivis GMNI dikawal setelah dihadang saat akan menggelar aksi soal tambang bauksit di Kabupaten Bintan, di Kantor Pemprov Kepri, Kamis (21/3).
Baca juga: Penyidik KLHK periksa belasan pejabat Kepri terkait tambang bauksit
Baca juga: Ketua DPRD Kepri bantah terima upeti tambang bauksit
Baca juga: PKS usulkan interpelasi terkait kasus tambang bauksit Bintan
Aktivis GMNI dilarang menggelar aksi soal tambang bauksit
Kami mendukung KPK dan KLHK mengusut pertambangan bauksit ilegal itu hingga tuntas
Komentar