Legislator Anambas Lapori Dinkes ke Bupati

id Legislator,dprd,Anambas,Lapor,Dinkes,puskesmas,Bupati,sop,pasien

Anambas (Antara Kepri) - Anggota DPRD Kepulauan Anambas, Acok Baso, melaporkan Dinas Kesehatan kepada Bupati Tengku Mukhtaruddin terkait meninggalnya seorang pasien Puskesmas Tarempa di Pelabuhan Pemda, ketika hendak dirujuk ke RSL Palmatak pada Senin (4/8).

Acok melapor ke bupati karena menilai adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang tidak dijalankan, sehingga pasien tersebut meninggal dunia.

Puskesmas keliling (Puskel), menurut dia yang digunakan sejatinya hanya bisa memuat 1 tandu pasien. Tapi, ternyata pihak Puskesmas merujuk 2 pasien ke Rumah Sakit Lapangan (RSL) Palmatak yang keduanya dalam kondisi Koma.
 
“Saya disana saksi dan melihat sendiri kejadiannya dari awal sampai meninggalnya pasien tersebut. Awalnya, ada satu pasien yang mau dirujuk ke RSL Palmatak dengan kondisi koma. Pas mau berangkat, ternyata ada satu lagi yang mau dinaikkan. Saya tanya ke perawat pendamping, tolong yakinkan ke Puskesmas, apakah pasien yang kedua ini bisa duduk atau tidak karena kondisi di Puskel tidak bisa untuk dua tandu. Ambulans kembali ke Puskesmas untuk mengambil pasien kedua, dan begitu tiba di Pelabuhan Pemda, ternyata pasiennya juga sudah koma. Secara teknis saya tidak tahu sakitnya apa, tapi yang jelas dia tidak sadarkan diri dengan sesak nafas,” tutur Acok di Tarempa, Rabu.
 
Karena tidak bisa memuat dua tandu sekaligus, Acok merasa heran kenapa tidak berangkat dua kali saja. Dari pukul 15.55 WIB hingga sekitar 16.30 WIB, pasien pertama masih berada dalam Puskel, sementara pasien kedua terlantar begitu saja.

“Kalau memang tidak bisa sekali jalan, kenapa tidak dua kali bolak balik? Karena tidak bisa memuat dua pasien sekaligus,” ujarnya mempertanyakan.

Sementara, salah seorang dari pasien tersebut, yakni Junaini sudah beberapa hari dirawat di Puskesmas Tarempa dengan kondisi sesak nafas. Namun ketika akan dirujuk pihak Puskesmas tidak mempersiapkan beberapa item dengan matang. Terbukti, tabung oksigen yang sejatinya harus dipakai oleh Junaini tidak ada, sementara itu peralatan O2 yang menggunakan listrik tidak bisa digunakan karena tidak ada listrik yang bisa dipakai.
 
“Menurut keluarganya, Junaini sudah dirawat dengan kondisi sesak nafas sejak beberapa hari. Berarti untuk merujuk pasien ke RSL Palmatak dengan menggunakan Puskel, harusnya disertai dengan persiapan yang matang, karena sejak awal dokter dan tenaga medis sudah tau kondisinya. Kemarin, petugas bolak balik dari Puskesmas ke Pelabuhan Pemda, tapi oksigen tidak dibawa. Mereka membawa yang elektrik, tapi ternyata tidak bisa digunakan karena tidak ada tempat untuk mendapatkan daya listrik,” paparnya lagi.
 
Akhirnya, Junaini meninggal dunia, setelah terlantar sekitar 30 menit lebih di kawasan Pelabuhan Pemda tanpa bantuan oksigen dan proses layanan kesehatan yang profesional.
 
Kejadian ini menurut Acok menjadi sebuah tamparan keras karena sudah terjadi berulang kali. Bulan puasa tahun lalu, seorang pasien juga meninggal di pelabuhan Matak Kecil. Lalu seorang anak yang harus mendapat perawatan medis akibat ditabrak motor terpaksa dibawa dengan mobil dinas DPRD karena ambulans lambat sekali datangnya.
 
“Mobil DPRD jadi ambulans. Ambulans yang asli datang , orangnya (pasien) sudah di rumah sakit. Saya harap pak Bupati ini menjadi perhatian kita bersama," ucapnya.
 
SOP, menurut dia tidak bisa disepelekan, walaupun yang terkecil. Misalnya saja soal seragam. Acok mengatakan petugas harus pakai baju dinas. Tapi ketika di Puskel tidak ada yang menggunakan dinas. Dirinya mengaku bingung membedakan mana yang perawat, dokter atau yang mana keluarga pasien.
 
“Bukan mau ke rumah sakit lapangan untuk bergaya. Saya bingung yang mana dokter mana perawat mana keluarga pasiennya. Yang namanya kerja, jam berapapun minimal ada identitas kita. kalau gak ada baju, minimal kartu identitas harus ada. Hal itu sepele, tapi penting,” tegas Acok. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE