PP Minta Pemda Tindak Ekspor Timah Ilegal

id PP,Minta,Pemda,Tindak,Ekspor,Timah,Ilegal

PP Minta Pemda Tindak Ekspor Timah Ilegal

Seorang masyarakat pendulang di Dabosingkep, sedang melakukan aktifitas mendulang timah di aliran sungai tempat pembuangan limbah mesin hisap. (Istimewa)

Potensi kerugian negara dari sumberdaya mineral tambang ini sudah mencapai puluhan miliar rupiah per tahunnya. Kalau tidak dihentikan negara akan terus menerus rugi
Lingga (Antara Kepri) - Pemuda Pancasila Kabupaten Lingga minta pemerintah dan para instansi penegak hukum untuk segera menghentikan aktifitas ekspor timah ilegal di Dabosingkep yang terus menerus merugikan negara.

Jhon Kosmos, Kepala Bidang Lingkungan Hidup PP Kabupaten Lingga, Selasa (3/1) mengatakan, aktifitas ekspor ilegal oleh sejumlah penampung timah rakyat di Dabosingkep itu masih terus berjalan.

"Potensi kerugian negara dari sumberdaya mineral tambang ini sudah mencapai puluhan miliar rupiah per tahunnya. Kalau tidak dihentikan negara akan terus menerus rugi," kata dia.

Meski ia belum dapat memastikan letak gudang dan lokasi bongkar muat penjualan timah tersebut, namun dia menggambarkan sedikitnya 10 Ton pasir timah berkadar Stanium (SN) rata-rata (SN 70% Up) hasil penambangan rakyat, diberangkatkan secara ilegal setiap tripnya.

"Kalau mengikuti kisaran harga pasar dunia saat ini Rp210.000 per kilo, maka kerugian negara dari 10 Ton pasir timah itu mencapai Rp2,1 Miliar. Itu baru satu trip pengiriman. Bagaimana kalau satu tahun?," terangnya.

Sejauh ini, kata Jhon, penegak hukum belum menunjukkan upaya penanganan yang intensif. Meski ada beberapa kali tertangkap oleh WFQR Lantamal di laut, namun itu hanya sebagian kecil saja.

Selain itu, pemerintah daerah juga belum berhasil membuat aturan regulasi agar kegiatan penambangan timah rakyat yang jumlahnya mencapai ratusan titik di Dabosingkep memiliki legalitas.

"Pemerintah tidak bisa semata-mata memaklumi keberadaan tambang rakyat karena alasan hajat hidup orang banyak, tanpa adanya upaya membuat aturan regulasi sesuai aturan negara yang berlaku. Itu sama saja membiarkan negara dirugikan," paparnya.

Dia berharap, hal ini dapat segera mendapat penanganan serius oleh pemerintah daerah bersama-sama jajaran instansi penegak hukum di Kabupaten Lingga.

"Kalau tidak segera, kerugian negara dari sektor tambang timah ini akan terus menerus bertambah," tutupnya.

Sementara itu, mantan pemilik mesin hisap timah yang mengaku bernama Mardi, Selasa (3/1) mengatakan, saat ini jumlah mesin hisap yang ada di pulau Singkep sudah mencapai 100 buah lebih.

"Mesinnya jenis Jiangdong berkapasitas 24 PK. Satu mesin itu bisa menghasilakan pasir timah 15 Kg per hari dengan kedalaman pengeboran mencapai 10 meter ke bawah," ungkapnya.

Menurut Mardi, setiap pemilik mesin harus memproduksi timah 15 Kg per hari agar mampu memenuhi biaya operasional. Kalau tidak mencapai jumlah tersebut, pemilik mesin akan rugi.

"Harga dari penampung Rp85.000 per Kg. Kalau mau untung, kami harus mendapatkan timah minimal itu 15 Kg sehari kerja," terangnya.

Pasir timah tersebut, lanjut Mardi, ditampung oleh empat agen lokal yang ia rahasiakan namanya. Namun dia meyakini, dengan rata-rata 100 mesin yang beroperasi dalam sehari, penampung dapat mengumpulkan timah sebanyak 1,5 Ton.

"Sekarang ini saya sudah tidak memiliki mesin lagi. Usaha ini rentan rugi karena timah per kilo dari penampung itu murah sekali. Ada juga tambang timah yang legal, tapi mereka tidak mau tampung hasil tambang rakyat," tutupnya. (Antara)

Editor: Evy R Syamsir

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE