Natuna (ANTARA) - Tanjung Senubing, mendengar nama tersebut bagi warga sekitar mungkin tidak asing lagi, khususnya warga Ranai, Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Dibalik bukit itulah tersembunyi berliannya Natuna, surganya wisata alam yang memanjakan mata tiap pengunjung.
Minggu 16 Agustus 2020, jam menunjukan pukul 06.00 WIB, saat itulah saya bersama teman-teman komunitas telah bersepakat sebelumnya untuk mengetahui lebih dekat potensi dibalik penetapan destinasi wisata Tanjung Senubing itu sebagai Geopark Nasional sejak tanggal 28 September 2018.
Komunitas Jelajah Bahari Natuna pagi itu, dengan semangat "empat lima" tidak ingin ketinggalan momen menikmati dan mengenal alam Tanjung Senubing lebih dekat serta berharap nantinya akan menjadi Geosite Geopark Dunia.
Dengan membawa peralatan snorkling, kami menyusuri jalan setapak tepat dibawah tower mercusuar navigasi di puncak Tanjung Senubing.
Terlihat papan informasi dan penunjuk arah yang bertuliskan Geosite Geopark Nasional Tanjung Senubing berada tepat disebelah kanan jalan setapak dimana awal tempat kami melangkahkan kaki menuju spot snorkling.
Berawal dari situlah, kami yang berjumlah 23 orang turun menyusuri jalan tanah di tengah hamparan rumput ilalang satu persatu kami lewati, sembari mengabadikan pemandangan indah dengan kamera handphone kami masing-masing pada titik spot tertentu.
Baru saja menempuh perjalanan kurang lebih 100 meter, telah tiga kali kami menghentikan langkah hanya untuk mengabadikan indahnya alam Senubing pada pagi itu.
Sinar matahari pagi tepat di depan kami menambah indah pemandangan alam, tenangnya lautan, heningnya alam sekitar, dipadukan dengan pantulan cahaya matahari dari permukaan laut ke dinding tebing berbatuan seolah olah serasa berada di dalam suatu ruangan super besar.
Sedikit terdengar ocehan teman-teman dan dibalas suara gema seperti berada di ruangan besar namun itu di alam terbuka tepat dicelah tebing antara dua bukit bebatuan.
Perjalanan kami lanjutkan, medan menurun disertai terjal dengan jalan sedikit berpasir. Tidak beberapa lama melawati jalan terjal, tibalah kami dimana suasana sedikit berubah, jalan agak landai, terlihat semakin tinggi rumput ilalang disekitar kiri dan kanan jalan, sembari berjalan menyusuri ilalang, kami sesekali melewati bebatuan yang super besar, kalau boleh dibilang, "mbahnya batu".
Dan pada akhirnya, sampailah kami di penghujung jalan dimana terdapat lorong bebatuan yang tingginya kurang lebih 7 hingga 8 meter dan di antara bebatuan terdapat beberapa lorong dan ruangan.
Tidak hanya itu saja, diujung lorong terlihat sisi air laut dipinggir hamparan sebongkah batu mirip pinggiran kolam renang itu, jelas terlihat beningnya air laut dengan sesekali lalu lalang ikan di celah-celah batu.
Tidak menunggu lama, akhirnya kami melilih spot itu sebagai entry poin untuk melakukan snorkling. Sambil melakukan persiapan peralatan snorkling, rasa penasaran kami semakin bertambah, bagaimana tidak, alam pesisir pantainya saja sudah membuat kita terpukau, apa lagi alam bawah lautnya.
Goa bawah laut
Dengan menggunakan alat snorkling lengkap, satu persatu kami mencoba turun, benar saja, alam di darat Tanjung Senubing yang penuh dengan bebatuan besar, lorong - lorong, bahkan ada pula menyerupai goa, hal yang sama pula ternyata ada di dasar laut Tanjung Senubing.
Bebatuan besar di kedalaman dua sampai dengam 10 meter terlihat bebatuan menjulang dengan lorong-lorong gelap, lubang-lubang batu menyerupai pintu gedung "sebaguna desa" semakin membuat kami terpukau.
"Wauuu luar biasa, tidak hanya darat, lautnya juga penuh kejutan, luar biasa luar biasa," kata salah satu rekan Jelajah Bahari Natuna, Cambang yang berasal dari Sulawesi itu sambil tersenyum lebar.
Daerah yang terkenal "angker" itu juga memiliki terumbu karang sangat bagus, tidak ada sedikitpun rusak karena aktifitas manusia.
" Iya, warga tidak berani main atau beraktifitas disini, terkenal banyak hantunya, jangankan main, mancing bahkan lewat saja mereka takut, mungkin karena itu karang disini masih bagus dan asri," kata Yeppi anggota tim Jelajah Bahari Natuna yang memang warga setempat.
Ia juga mengakui jika bukan bersama tim Jelajah Bahari Natuna dengan jumlah 23 orang itu, dia juga tidak akan berani snorkling di kawasan tersebut.
Usai mengabadikan beberapa objek bawah laut, kami kembali ke daratan untuk beristirahat sambil menikmati lezatnya Roti Paun, Nasi Dogong, dan Kernas makanan khas Natuna di bawah bongkahan batu besar.
Batu geranit yang usianya menurut para ahli telah mencapai 125 - 66 juta tahun yang lalu itu membuat kami semakin betah berada di bawahnya.
"Banyak ruangan ya, seperti ruangan kamar kosan harga gopek lah" kata rekan Jelajah Bahari Natuna, Syamsul Bahri, dikenal dengan sebutan Cambang itu sembari mencari tempat untuk berbaring.
Sambil beristirahat, dalam benak kami seperti mengatakan, apakah mungkin alam seindah ini dan sealami ini tidak segera ditetapkan sebagai warisan dunia?
Tanjung Senubing, satu dari delapan Geosite Geopark Nasioanl di Natuna cukup mewakili uniknya kepulauan tersebut.
Saat ini tidak hanya Tanjung Senubing, semua Geosite Geopark Nasional di Natuna itu mulai dibenahi dengan berbagai pasilitas penunjang seperti papan informasi, penunjuk arah atau papan plang, jalan, dan fasilitas lainnya.
Dari papan plang dan pasilitas penunjang yang banyak tersebar di setiap destinasi geosite itu tampak jelas campur tangan berbagai pihak dalam mendukung Natuna menuju Geopark Dunia, sebut saja SKK Migas, Medco Energi Oil dan Gas, Premier Oil serta Pemerintah Daerah setempat tentunya.
Komentar