Pemerintah Janji Perbaiki Hambatan Produk Hukum FTZ

id Pemerintah,batam,Hambatan,Produk,Hukum,FTZ

Batam (Antara Kepri) - Pemerintah melalui Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mulsyidan Baldan berjanji merevisi seluruh produk hukum yang menghambat upaya pengembangan FTZ Batam, terutama yang berkaitan dengan lahan dan tata ruang di kawasan ini.

"Kami sudah berkoordinasi dengan BP Batam mengenai kendala-kendala yang dialami dalam penggunaan lahan di Batam. Kami juga telah menerima masukan dari BP Batam mengenai sejumlah keputusan menteri mengenai pertanahan yang pernah diterbitkan sebelumnya namun ternyata malah menjadi kendala," kata Ferry di Batam, Senin.

Salah satu kendala yang dialami oleh BP Batam adalah Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.9/1993 tentang pengelolaan dan penguruan tanah di daerah industri Pulau Rempang, Galang. Kepmen tersebut diterbitkan pada 13 Juni 1993 ditandatangi oleh Menteri Agraria/Kepala BPN semasa Soni Harsono.

"Kami sudah sampaikan ke Kepala BP Batam agar menyampaikan keputusan-keputusan menteri yang berhubungan dengan pertanahan. Kami akan keluarkan keputusan baru yang tidak menghambat. Ini komitmen untuk meneruksan upaya mendorong Batam sebagai basis industri di Indonesia," kata Ferry.

Kepala BP Batam, Mustofa Widjaja mengatakan akan segera menggelar rapat untuk mengumpulkan produk-produk hukum yang menghambat pengalokasian lahan untuk di Batam.

"Kami akan segera rapat dan menyampaikan seluruh kendala terutama mengenai lahan kepada Menteri," kata dia.

Direktur PTSP dan Humas BP Batam Dwi Djoko Wiwoho menjelaskan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No 9/1993 tentang pengelolaan dan penguruan tanah di daerah industri Pulau Rempang, Galang memutuskan pernyataan kesediaan untuk memberikan hak pengelolaan kepada Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atas seluruh areal tanah yang terletak di Rempang-Galang dengan tujuh syarat.

"Artinya negara menyerahkan hak pengelolaan Rempang Galang dalam jangka waktu tertentu kepada lembaga pengelola FTZ Batam setelah sebelumnya didaftarkan ke BPN," kata dia.

Syarat tersebut antara lain pemegang HPL wajib membayarkan ganti rugi jika ada bangunan dan tanaman milik rakyat serta memindahkan penduduk ke tempat pemukiman baru atas dasar musyawarah.

Selanjutnya dalam rangka kesediaan pemberian Hak Pengelolaan tersebut, tanah-tanah yang telah bebas atau telah dibebaskan dari hak-hak rakyat harus diberi tanda-tanda batas sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria nomor 8 Tahun 1961 untuk kemudian dilakukan pengukuran oleh kantor pertanahan setempat.

Dengan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional, secara bertahap (parsial), dan harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat untuk memperoleh tanda bukti berupa sertifikat dengan membayar biaya pendaftaran menurut ketentuan yang berlaku.

"Dalam keputusan kedua, Kepmen itu juga menetapkan keputusan itu bisa ditinjau kembali atau dirubah seperlunya apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan atau keterangan yang tidak benar," kata Djoko.

Meski lahan industri di Pulau Batam sudah hampir habis, namun rencana penggunaan lahan Rempang Galang dengan luas sekitar 27 ribu hentare untuk pengembangan kawasan investasi belum bisa dilakukan meski infrastruktur sudah memadai.

Meski demikian, dalam kenyataan lahan Rempang Galang sudah banyak digunakan perusahaan-perusahaan untuk berbagai industri dan usaha pertanian. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE