Kisah inspiratif kurir TIKI, kerja ikhlas membawa berkah

id Kisah inspiratif kurir TIKI Oleh Ogen

Kisah inspiratif kurir TIKI, kerja ikhlas membawa berkah

Kurir TIKI Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri), Sudir. (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)

Tanjungpinang (ANTARA) - Meskipun terlihat sederhana dan mudah dilakukan, namun profesi kurir ekspedisi memerlukan ketelitian dan banyak tenaga. Bekerja enam hari dalam sepekan, saban pagi menjelang petang bahkan malam hari, kurir terus berpacu dengan waktu. Memacu laju kendaraan demi mengantar barang pesanan sampai ke tujuan dengan aman dan tepat waktu.



Sudah lebih dari empat tahun, Sudir, bergabung menjadi kurir di bawah bendera PT Citra Van Titipan Kilat (TIKI), sebuah perusahaan jasa pengiriman terkemuka di Indonesia yang membuka kantor cabang di Kota Tanjungpinang, pusat ibukota Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dengan jumlah penduduk sekitar 250 ribu jiwa.

Pria kelahiran Desa Batu Limau, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepri 29 tahun silam itu memulai karir di kantor TIKI Tanjungpinang yang beralamat di Jalan Raja Ali Haji. Persisnya pada tanggal 5 Mei tahun 2018.

Sudir merupakan lulusan Strata Satu (S1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) setelah enam tahun menempuh bangku perkuliahan.

"Tahun 2011 masuk kuliah. Alhamdulillah, 2017 lulus," kata Sudir saat berbincang dengan ANTARA, Sabtu (20/8).

Sedikit menengok ke belakang. Setelah lulus kuliah, Sudir tak lantas langsung bekerja jadi kurir TIKI. Dia sempat menggeluti berbagai jenis pekerjaan, mulai dari pelayan rumah makan hingga kuli bangunan di Tanjungpinang.

Sampai pada suatu ketika ia mendapat informasi dari seorang rekannya bahwa TIKI Tanjungpinang sedang membuka lowongan kurir ekspedisi.

Tak ingin menyia-nyiakan peluang yang ada, ia memasukkan surat lamaran kerja ke perusahaan yang pertama kali berdiri di Jakarta pada tahun 1970 tersebut.

Bak gayung bersambut, lamaran kerjanya diterima. Bahkan sehari sesudah itu ia langsung diminta bekerja.

"Senang sekali diterima kerja, walaupun belum ada pengalaman sama sekali jadi kurir, tapi tetap semangat mau mencoba," ujarnya.

Namun persoalan Sudir tak punya sepeda motor sendiri. Sementara seorang kurir tentu perlu sepeda motor untuk menaklukkan medan kota untuk mengantar barang.

Dua bulan pertama, ia terpaksa meminjam motor temannya untuk menerabas lorong, gang, hingga jalan-jalan besar guna mengantar pesanan ke rumah-rumah pelanggan.

Baru masuk bulan ketiga bekerja, anak pertama dari empat bersaudara ini memutuskan membeli satu unit motor bekas seharga Rp3,5 juta.

Motor itu dibelinya, tak lain dari penghasilan dua bulan bekerja jadi kurir TIKI, plus sedikit tabungan.
Saat awal jadi kurir TIKI, Sudir menerima gaji sekitar Rp1,5 juta per bulan.

"Karena niatnya memang ikhlas mau kerja. Makanya, beli sepeda motor sendiri," ucap Sudir.

Setelah itu, pria yang masih berstatus lajang ini makin semangat bekerja. Dalam sehari ia mampu mengantar setidaknya 80 paket aneka barang/dokumen. Pelanggannya mencakup 50-an rumah warga di area Tanjungpinang dan sekitarnya.

Khusus hari Sabtu, usai salat subuh ia juga mengambil bagian mengantar barang pesanan di pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) Tanjungpinang tujuan Kota Batam.

Tantangan pekerjaan jadi kurir TIKI pun sudah menjadi hal biasa baginya. Mulai dari ditegur konsumen karena keterlambatan mengantar pesanan, hingga dimarahi pimpinan perusahaan akibat barang yang diantar tidak memenuhi target harian.

"Namun, tak membuat saya patah arang. Justru makin terpacu meningkatkan kualitas kerja," ucapnya.

Bertahun-tahun jadi kurir. Pada bulan Agustus 2021, pimpinan TIKI Tanjungpinang mempercayai Sudir rangkap pekerjaan sebagai "incoming admin", tugasnya mencatat keluar masuk barang di gudang TIKI.

Seiring bertambahnya beban kerja, otomatis penghasilannya semakin bertambah. Dari yang awalnya Rp1,5 juta per bulan. Kini naik menjadi Rp3,6 juta per bulan, di atas rata-rata upah minum kota (UMK) Tanjungpinang sebesar Rp3,3 juta per bulan.

"Alhamdulilllah, cukup untuk biaya hidup dan tabungan masa depan," imbuhnya.

Berkah kurir

Semangat kerja, ikhlas, dan pantang menyerah nyatanya banyak sekali mendatangkan keberkahan bagi Sudir.

Selama empat tahun lebih jadi kurir TIKI. Sudah cukup banyak pencapaian hidup yang patut dibanggakan. Terlebih dalam membantu perekonomian keluarga terkasih.

Sebagai anak pertama, Sudir memikul tanggung jawab menjadi tulang punggung keluarga. Ini mengingat kedua orang tuanya sudah lanjut usia dan tak lagi kuat bekerja. Ayahnya dulu seorang nelayan sampai pekerja migran Indonesia di Malaysia. Sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga. Kini keduanya hanya mengolah hasil kebun kelapa yang ada di kampung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sekitar tahun 2020, Sudir merogoh kocek hasil tabungan kerjanya sekitar Rp20 juta untuk membeli satu hektare lahan kebun sagu di tanah kelahirannya, tepatnya di Desa Batu Limau. 

Kebun itu kemudian dikelola ayahnya untuk menambah pemasukan keuangan di kampung, karena hasil panen kebun sagu cukup menjanjikan.

Tak sampai di situ, pria hobi olahraga futsal itu pun merenovasi rumah orang tuanya di kampung halaman dengan menghabiskan sebagian pendapatannya di TIKI sekitar Rp60 juta.

Tahun 2021, rumah orangtua Sudir yang tadinya berbahan kayu dan sudah lapuk dimakan usia, disulap menjadi rumah beton dan berdiri gagah di antara rumah-rumah warga lainnya di kampung yang dominan berbahan kayu/papan.

"Orangtua tak minta dibangunkan rumah, itu inisiatif saya saja, karena kondisi rumah memang sudah tak layak huni," ucap Sudir.

Di sisi lain, ia juga harus menyisihkan sebagian gajinya untuk membiayai kuliah salah seorang adik perempuannya, Rohana, di salah satu perguruan tinggi di Tanjungpinang.

Sejak 2018, dari mulai biaya sewa kos-kosan, makan-minum, hingga uang semester sang adik, dia tanggung sepenuhnya tanpa pernah berkeluh kesah.

Dia percaya melalui medium pendidikan, adiknya akan punya masa depan yang cerah dan mampu mengangkat derajat ekonomi keluarga ke taraf hidup yang lebih baik.

Sudir punya dua adik perempuan lainnya. Seorang di antaranya baru tamat SMA dan tinggal menemani kedua orang tuanya di kampung. Sementara seorang lainnya, bekerja menjadi ibu rumah tangga di Kabupaten Karimun.
 
Proses pembangunan rumah orangtua Sudir di kampung halaman pada tahun 2021. (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)




Marbot masjid

Sejak merantau dari kampung ke Tanjungpinang dengan tujuan kuliah pada tahun 2011, Sudir kerap pindah kos-kosan karena pertimbangan biaya sewa yang lebih murah, dan mencari akses yang lebih dekat menuju ke kampus. 

Baru kemudian pada tahun 2014, ia akhirnya memutuskan pindah dan tinggal di Masjid Al-Jannah di Jalan Citra, Tanjungpinang.

Sudir memilih menjadi marbot di masjid itu. Ia bertanggung jawab mengurus keperluan masjid. terutama yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan tempat ibadah tersebut. Adakalanya, dia juga mengurusi hal-hal yang berurusan dengan ibadah, seperti azan hingga mengajar anak-anak mengaji pada malam hari.

Tinggal di masjid tanpa biaya sewa bulanan membuat pengeluaran Sudir jadi lebih irit. Bahkan untuk makan dan minum sehari-hari, lebih banyak didapatkan dari pemberian warga di sekitar masjid.

"Dulu, ada empat orang numpang tinggal di masjid ini. Sekarang tinggal berdua saja," ucap Sudir.

Sampai sekarang Sudir masih menjadi marbot Masjid Al-Jannah. Bedanya kalau dulu ia adalah seorang mahasiswa. Namun, empat tahun lebih ke belakang sudah berstatus bekerja.

Jadi wajar saja, jika hasil pendapatannya selama bekerja sebagai kurir ekspedisi di TIKI bisa ditabung hingga bisa beli kebun, bangun rumah orangtua sampai membiayai kuliah adiknya. Sebab, ia tak perlu repot-repot membayar sewa tempat tinggal, apalagi untuk urusan perut. 

Di samping itu, Sudir juga punya sedikit usaha sampingan. Saat libur kerja, ia menjual buah kelapa yang dibeli dari kebun orang tuanya di kampung melalui jasa titipan kapal sembako. Buah itu dijual ke warung-warung sembako yang berada tak jauh dari masjid untuk diolah jadi santan.

"Per bulan sekitar 400 biji kelapa berhasil terjual. Lumayan buat nambah pundi-pundi keuangan," ujarnya seraya mengucap syukur.

Terlepas dari apa yang dia kerjakan saat ini. Sudir memastikan tak pernah mengabaikan pekerjaan utamanya sebagai kurir TIKI. Ia tetap mematuhi standar operasional perusahaan jadwal. Bekerja sedari pukul 10.00 WIB sampai 19.00 WIB. Mengantar barang pesanan pelanggan dengan ramah-tamah dan senyum.

Di sela-sela jam istirahat salat dan makan siang, ia kembali ke masjid untuk mengumandangkan azan dan menunaikan salat wajib berjemaah. Setelahnya langsung kembali bekerja seperti sedia kala.

Kebetulan jarak kantor dan masjid juga sangat dekat. Hanya sekitar 5 menit berkendara sepeda motor.

"Saya tetap mengutamakan bekerja di TIKI. Di samping menunaikan kewajiban amal ibadah terhadap Allah SWT," ujar dia.
 Sudir di sela-sela bekerja jadi kurir TIKI, juga seorang marbot masjid. (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)



Masa depan

Kini, di usianya yang mendekati 30 tahun, Sudir mulai menyusun rencana masa depan. Ia merancang segera mengarungi biduk rumah tangga. Awal tahun depan, dia menargetkan bakal menikahi pujaan hatinya.

Sudir mengakui sudah punya calon istri. Bahkan tabungan untuk melangsungkan pernikahan pun sudah disiapkan jauh-jauh hari. Tak lain ialah buah dari perjuangan kerasnya mengais rezeki bersama TIKI.

"Alhamdulillah, sudah siap nikah," imbuhnya seraya tersenyum.

Sesudah beristri, Sudir tentu tak bisa lagi tinggal di masjid. Dia bercita-cita akan membeli rumah di Tanjungpinang. 

Menutup perbincangannya dengan ANTARA. Sudir berkomitmen ingin tetap bekerja di TIKI setelah menikah nanti. Menandakan betapa ia mencintai pekerjaan yang sudah hampir lima tahun digelutinya. Apalagi sudah cukup banyak mimpi yang dibangunnya sejak bergabung dengan perusahaan jasa ekspedisi tersebut. Sampai sekarang, ia mengakui masih betah bekerja di TIKI.

"Saya pernah sampaikan ke pimpinan. Kalau memang rezeki saya bekerja di sini. Maka saya akan tetap jadi bagian dari TIKI," demikian Sudir.
 
Sudir berfoto dengan karyawan lainnya di TIKI Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri)
(ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE