Yatimah: Kenanglah Kami Dalam Ingatan

id Yatimah:, Kenanglah, Kami, Dalam, Ingatan

Yatimah: Kenanglah Kami Dalam Ingatan

Yatimah, Guru peraih 2 Satyalencana (antarakepri.com/Saud MC).

Yatimah, sosok guru dari satu di antara jutaan peraih 2 Satyalencana oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 Agustus 2011 dan 21 Oktober 2014.

Lahir di Tanjungpinang, 9 Mei 1961, anak tunggal pasangan H. Ahmad Usman dan Hj Salamah, awalnya tidak berniat untuk menjadi seorang guru.

Tambah lagi, keinginan kedua orangtua yang menginginkannya menjadi camat, membuat profesi guru terasa mustahil untuk dicapai.

Namun, selesai dari jenjang pendidikan di SD Negeri 6 pada 1973 dan SMP Negeri 2 pada 1976, Yatimah bertemu Tuminah, guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 2 Tanjungpinang.

"Saya tertarik melihat Buk Tuminah mengajar, baik dari cara penyampaiannya, memiliki sikap disiplin dan tegas, ia adalah sosok guru yang sederhana," ucap Yatimah.

Ia mengakui, ucapan Buk Tuminah "Tekanan kata jatuh pada suku ke dua" masih terdengar jelas di telinganya sampai saat ini.

"Kalimat itu yang masih saya ingat jelas darinya, persis ketika ia menyebutkannya sampai ketika ia memegang kapur tulis sambil menulis contoh dari kalimat itu," tutur Yatimah yang kini tidak mengetahui keberadaan guru Bahasa Indonesianya tersebut.

Dari ketertarikan itu membuat Yatimah berkeinginan menjadi seorang guru. Sampai menamatkan SMA pada 1980.

"Waktu saya di SMA itu ada penambahan 6 bulan belajar oleh pemerintah seluruh Indonesia, sehingga saya tamat pada 1980. Perubahan ini lah yang menjadi awal kalender pendidikan," tutur istri dari AKBP Hasanuddin di Polda Kepri tersebut.

Menurutnya dulu, kenaikan kelas terjadi pada Desember, dan tahun ajaran baru itu berlaku pada Januari. Setelah adanya perubahan penambahan 6 bulan belajar dari Pusat sehingga musim kenaikan kelas terjadi pada Juni dan tahun ajaran baru pada Juli.

"Hal tersebut merupakan awal perubahan kalender pendidikan yang sampai kini diterapkan pemerintah," tegasnya.

Lalu menyelesaikan Program D1/A1 di Unri Jurusan Bahasa Indonesia pada 1981, Yatimah honor di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) yang kini menjadi Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah di Tanjungpinang.

"SMEP itu sederajat dengan SMP, cuma lanjutannya ke SMEA. Alhamdulillah ketika pertama mengajar saya tidak canggung maupun bingung, yang saya rasakan bahwa profesi guru sudah mendarah daging, sehingga dimanapun saya mengajar semuanya baik-baik saja," tutur Yatimah.

Di dalam mengajar, ia tidak menyukai ada siswa yang berbicara dan usil. Dengan solusi, Yatimah selalu memberikan waktu sampai siswa bisa fokus menerima pelajaran.

Sikap anti bising ini sambungnya, karena siswa tidak akan mampu menerima pelajaran jika mereka tidak fokus memperhatikan penyampaian materi oleh guru.

"Kalau saya sudah diam, biasanya siswa sudah memahaminya, sehingga mereka juga diam dan siap menerima pelajaran. Dan saya, selalu memberikan kebebasan anak untuk mengembangkan ide mereka masing-masing selama tidak lari dari kurikulum, " paparnya.

Setelah itu, dalam menjalankan profesi tersebut, Yatimah mengakui bahwa motivasi utama itu adalah siswa harus berhasil dan menyerap pelajaran yang diberikan.

"Karena pengabdian guru itu dan tugas utama adalah memberikan ilmu kepada siswa dengan penuh tanggung jawab artinya siswa menjadi tahu dan ilmu tersebut meningkatkan intelektual mereka," paparnya.

Bukan asal-asalan dan bukan termotivasi untuk uang, tetapi kata Yatimah, pengabdian guru itu yang utama.

Sebagai seorang guru, selain mampu memberikan ilmu untuk meningkatkan intelektual anak, guru juga harus mempu menanamkan budi pekerti yang baik.

"Seperti kejujuran, berani, bertanggung jawab dan sopan santun anak, hal tersebut lebib berharga dari sekedar intelektualnya. Karena jika budi pekerti anak itu baik, maka ide cemerlang dan kemampuan menyerap pelajaran lebih mudah," paparnya.

Hingga pada pernikahannya dengan Hasanuddin 6 Juli 1985, Yatimah semakin menjiwai arti seorang guru bagi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Terbukti, riwayatnya pernah mengajar di SMP Negeri 5 Jalan Sultan Syarif Khasim Pekan Baru selama 10 tahun.
Setelah itu pada 1996 ia mengajar Bahasa Indonesia di SMP Negeri 4 Tanjungpinang hingga saat ini.

Dianugerahi anak tunggal bernama lengkap Arie Sanyi, serta beragam penghargaan dan sertifikasi hingga menyandang S2, Yatimah tetap bersemangat untuk mengajar.

Meski tidak bisa mengungkapkan detail seluruh kisahnya, Yatimah berharap siswanya menjadi manusia yang berguna dan berhasil.

Ditanya tentang pengorbanannya kepada anak didik, Yatimah tidak meminta sedikit pun dari apa yang telah diberikannya.

"Cukup kenanglah kami dalam ingatan," ucapnya.(Antara)

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE