Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Lembaga Analisa Konstitusi dan Negara (LASINA) menegaskan norma hukum yang mengarah kepada pemerintahan yang otoriter dalam RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) harus ditolak.
Tohadi menjelaskan adanya kecenderungan ke arah pemerintahan otoriter itu dimulai dari rumusan norma dalam Pasal 170 Ayat (1) RUU Cipta Kerja.
"Pasal 170 Ayat (1) RUU Cipta Kerja ada rumusan norma yang menentukan bahwa Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang dan/atau mengubah ketentuan dalam undang-undang yang tidak diubah dalam undang-undang yang nanti disahkan," kata pengamat politik dan tata negara tersebut, Rabu.
Menurut Tohadi, Pasal 170 Ayat (1) RUU Cipta Kerja itu menggunakan alasan percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagai 'senjata ideologi' yang memberi alasan bagi Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden mengubah undang-undang.
Baca juga: Omnibus Law amanatkan BPJAMSOSTEK buat Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Padahal, kata Tohadi, negara Indonesia sudah sepakat menganut sistem pembagian kekuasaan (division of power atau distribution of power) dengan mekanisme checks and balances. Dalam sistem seperti ini kekuasaan membentuk UU adalah kewenangan utama legislatif (DPR) dengan persetujuan Presiden.
"Jadi, bukan kewenangan utama Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden. Rumusan Pasal 170 Ayat (1) RUU Cipta Kerja hendak membalik ke belakang kewenangan Presiden di zaman Orde Baru," katanya.
Tohadi melanjutkan bahwa ketentuan mengenai perubahan undang-undang (UU) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) ada pada Pasal 170 Ayat (2) RUU Cipta Kerja. Jadi, rumusan kata Peraturan Pemerintah dalam Pasal 170 Ayat (2) RUU Cipta Kerja sebagai konsekuensi dari rumusan Pasal 170 Ayat (1) sebelumnya, yang menentukan Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang-undang.
Baca juga: Omnibus Law kekang kebebasan pers, Mahfud: Tidak boleh
"Instrumen hukum yang dimiliki Pemerintah Pusat atau Presiden kan memang Peraturan Pemerintah. Jadi, soal kekeliruan Peraturan Pemerintah (PP) ini sebagai kekeliruan ikutan dari ayat (1) sebelumnya," kata advokat yang pernah menjadi kuasa hukum Gus Dur tersebut.
Tohadi mengingatkan semua pihak bahwa lahirnya reformasi untuk mengakhiri kekuasaan pemerintahan yang otoriter.
"Jadi, rumusan norma dalam RUU Cipta Kerja yang mengarah ke pemerintahan otoriter harus ditolak. Presiden dan DPR harus merevisi total ketentuan Pasal 170 RUU Cipta Kerja," katanya.
Baca juga: GP Ansor desak DPR kembalikan RUU Cipta Kerja kepada pemerintah
Berita Terkait
Kerja sama PSSI dengan STY diperpanjang hingga 2027
Kamis, 25 April 2024 10:42 Wib
DPRD Kota Batam imbau perusahaan di Batam prioritaskan pencari kerja lokal
Jumat, 19 April 2024 16:11 Wib
Lanud RSA jalin kerja sama dengan Pemkab Natuna tangani kekeringan
Jumat, 19 April 2024 11:20 Wib
Wali Kota Batam berupaya tarik investor guna perluas lapangan kerja
Kamis, 18 April 2024 15:19 Wib
Pemkab Natuna perpanjangan pendaftaran pelatihan kerja
Rabu, 17 April 2024 19:11 Wib
Pemkab Natuna berikan sanksi kepada pegawai yang kedapatan bolos kerja
Selasa, 16 April 2024 20:17 Wib
Pemkab Natuna berikan izin pegawai membawa anak ke posyandu pada jam kerja
Selasa, 16 April 2024 19:54 Wib
Batam jadi daerah dengan penyumbang investasi terbesar di Kepulauan Riau
Selasa, 16 April 2024 14:56 Wib
Komentar